Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Kabar gembira bagi kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan akhirnya sepakat untuk menghapus pajak bumi (PBB) dan bangunan terutang milik KKKS yang tengah eksplorasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Naryanto Wagimin menjelaskan, ada 22 KKKS yang terhambat dalam melakukan eksplorasi karena dikenakan PBB. Pengenaan PBB itu merujuk PP Nomor 79 Tahun 2010. Alhasil, pengenaan PBB itu menuai protes dari KKKS.
Makanya, Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan mengadakan pertemuan 22 November 2014 lalu. Hasilnya, 22 KKKS yang memiliki utang pajak eksplorasi dengan total Rp 3 triliun akan dihapuskan. "Ditjen Pajak akan menerbitkan surat pembebasan pajak tersebut supaya eksplorasi bisa cepat," jelas dia kepada KONTAN, Jumat (6/12).
Namun sayang, Naryanto tak tahu sejak tahun berapa piutang PBB pada 22 KKKS itu yang akan dihapuskan.
Namun, dari data Indonesia Petroleum Asossiation (IPA), pajak eksplorasi itu ditagih sejak tahun 2013, adapun KKKS yang ditagih antara lain Inpex, BP, Eni, Stat Oil, Niko Resources dan Pertamina.
Meski PBB eksplorasi akan dihapus, Naryanto belum bisa membeberkan skema pajak seperti yang nantinya tetap akan dibebankan ke KKKS.
Sebelumnya, KKKS menolak pengenaan PBB untuk seluruh wilayah kerja. Mereka hanya mau membayar PBB pada lokasi pengeboran saja. "Untuk skema itu ranahnya orang pajak, bukan Kementerian ESDM," katanya.
Direktur Jenderal Pajak Mardiasmo, yang juga menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan belum menjawab sambungan telepon dan pesan singkat KONTAN untuk meminta penjelasan mengenai kapan mulai memutihkan piutang PBB dari 22 KKKS.
Ketua IPA Lukman Mahfoedz membenarkan rencana penghapusan piutang PBB di ladang eksplorasi ini. Dirinya sudah mendengar bahwa Kementerian Keuangan akan menghapus PBB terutang untuk KKKS yang tengah melakukan tahap eksplorasi.
Sebab kini 22 KKKS yang tengah melakukan eksplorasi itu berhenti beroperasi ketika mendapat tagihan PBB. PBB eksplorasi ini jelas merugikan karena pada tahap eksplorasi belum tentu menghasilkan cadangan migas yang baru.
Lukman meminta agar masalah pajak ini cepat diselesaikan. Sebab pengenaan pajak terbukti menyebabkan aktivitas eksplorasi berkurang dan investor enggan. "Dampaknya sangat besar kalau kegiatan eksplorasi terhenti. Saya mohon masalah ini segera diselesaikan," jelas dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif ReforMiner Institue, Pri Agung Rakhmanto mengatakan, tidak tercapainya target produksi migas pada KKKS salah satunya memang karena adanya pajak pada tahap eksplorasi. "Tapi pemerintah belum memberi solusi, UU Migas juga belum mengubah itu, seharusnya memang diubah dulu,"” jelas dia.
Menurut Pri Agung, pemerintah sudah seharusnya mengubah UU Migas, dimana tahap eksplorasi sudah tidak dikenakan pajak dan dikembalikan melalui cost recovery. "Segera ubah UU Migas, karena ini persoalan lama kenapa produksi migas kita tidak meningkat," tandas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News