kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Marak tambang ilegal, pajak pertambangan nyungsep


Selasa, 06 Mei 2014 / 21:10 WIB
Marak tambang ilegal, pajak pertambangan nyungsep
ILUSTRASI. Manfaat ketumbar untuk kesehatan.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Penerimaan pajak dari sektor tambang jauh meleset dari potensinya. Peningkatan tambang ilegal yang tidak membayar pajak diyakini menjadi penyebabnya.

Ketua Komite Bisnis Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu Sjahrir mengakui penerimaan pajak dari sektor tambang memang masih rendah. Pasalnya, kuota tambang ilegal kian meningkat.

Berdasarkan data APBI, ekspor tambang ilegal naik dari 56 juta ton pada tahun 2012 menjadi 75 juta ton pada tahun 2013. "Sebanyak 75 juta ton itu sama dengan kuota seluruh ekspor negara Afrika Selatan," tandas Pandu.

Karena itu, pemerintah harus memperbaiki kerja sama antarinstansi. Perbedaan data antar instansi serta lembaga menjadi kendala mencari jalan keluar.

Pengamat perpajakan Darussalam menekankan pemerintah harus duduk bersama membahas perbedaan data ekspor tambang.

Dalam hal ini, yang harus pasang badan sebagai fasilitator bukanlah Ditjen Pajak namun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko). Kalau hanya DJP yang bergerak tidaklah cukup karena kuasanya hanya sebatas eselon satu. DJP tidak mempunyai kemampuan untuk mempertemukan berbagai pihak.

Kemenko harus mendudukkan pemerintah daerah sebagai pemberi IUP, Kementerian ESDM serta Ditjen Pajak. "Lalu lakukan validasi dan koordinasi data," tukasnya.

Sebagai informasi, Kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat potensi penerimaan pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi pada sektor pertambangan dan penggalian pada tahun 2012 sebesar Rp 140,96 triliun. Namun yang terealisasi hanya Rp 43,48 triliun.

Artinya, capaiannya hanya 30,8% dari potensi. Melihat rendahnya realisasi pada sektor ini, kajian tersebut menyebutkan sektor tambang dan galian hendaknya menjadi prioritas utama dalam upaya penggalian potensi penerimaan PPh non migas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun berdasarkan kajian yang dilakukannya pada Agustus 2013 hingga Maret 2014 menyimpulkan penerimaan pajak dari sektor mineral batu bara (minerba) tidak optimal.

Kajian tersebut menemukan sejumlah permasalahan terkait tata laksana, regulasi, serta manajemen sumber daya manusia (SDM) Ditjen Pajak. KPK melihat belum akuratnya data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sektor tambang.

Dari 3.826 Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara yang dimiliki oleh 3.066 perusahaan, ditemukan 726 perusahaan atau 23,61% perusahaan yang tidak teratat pada NPWP Ditjen Pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×