Reporter: Febrina Ratna Iskana, Pratama Guitarra | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Kepastian divestasi 10,64% saham PT Freeport Indonesia yang seharusnya dilakukan sebelum 14 Oktober 2015, kini semakin tidak jelas. Hingga saat ini, pemerintah belum juga membuat payung hukum soal divestasi saham Freeport. Padahal Freeport ingin kepastian payung hukum itu.
Kewajiban divestasi saham Freeport Indonesia tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang, Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid ini menyebut perusahaan tambang yang melakukan kegiatan pertambangan bawah tanah (underground) kewajiban divestasi sebesar 30%.
Namun pemerintahan Presiden Joko Widodo tengah merevisi PP No 77/2014 ini. Nah revisi PP inilah yang menjadi dasar pelaksanaan divestasi saham PT Freeport kelak.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gattot Ariyono menyebutkan masih menunggu penawaran dari Freeport Indonesia kepada pemerintah per hingga 14 Oktober ini. "Setelah mendapatkan penawaran, pemerintah punya waktu 90 hari untuk melakukan negosiasi harga," terang Gatot, Kamis (8/10).
Selanjutnya, setelah menyepakati harga divestasi 10,64% saham itu, Kementerian ESDM akan menyerahkan kepada Kementerian Keuangan untuk menunjuk, apakah dibeli oleh Pemerintah, BUMN, BUMD atau pihak swasta untuk melaksanakan pembelian saham divestasi ini. "Untuk saat ini, lepas saham lewat initial public offering (IPO) tidak ada dasar regulasinya di PP No 77/2014 itu, kecuali ada perubahan peraturan untuk divestasi," kata Gatot.
Sementara itu, Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Mohammad Hidayat menerangkan, Permen ESDM mengenai divestasi hingga saat ini belum rampung. Pasalnya, beleid tersebut sedang dikaji oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Sofyan Djalil.
Ia mengaku persoalan divestasi ini bukan persoalan mudah karena investasi di PT Freeport memang cukup besar. "Yang saya dengar, sedang dibuat Tim Kajian Divestasi yang diketuai oleh Pak Sofyan Djalil, Jadi belum bisa ditentukan kapan Permen ESDM soal divestasi akan diterbitkan, kalau kajiannya sudah selesai mungkin bisa diketahui hasilnya seperti apa," jelasnya.
Sementara itu sebelum menyerahkan penawaran divestasi sahamnya, sekarang pihak Freeport sendiri tengah menunggu mekanisme divestasi dari pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri mengenai divestasi.
Harga bisa jadi mahal
Sementara itu, Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, pihaknya justru tengah menantikan mekanisme teknis penawaran saham dari pemerintah. Oleh sebab itu Freeport Indonesia belum melakukan perhitungan nilai wajar saham (valuasi). "Kami masih menunggu landasan hukum dan mekanisme yang jelas," katanya, kepada KONTAN, Rabu (7/10).
Pengamat Pertambangan, Marwan Batubara mengingatkan, pemerintah seharusnya paham dengan mekanisme divestasi saham ini. Jangan sampai saat waktu divestasi saham diulur-ulur, harganya jadi semakin mahal. "Jangan sampai revisi PP 77/2014 terbit, Freeport dikasih perpanjangan izin usaha, terus nilai divestasi jadi mahal. Negara dibodohi namanya," urainya.
Jika memang pemerintah ingin memperpanjang izin usaha Freeport dengan terbitnya PP 77/2014 karena alasan investasi, seharusnya Pemerintah memiliki rumusan harga untuk membeli saham Freeport. "Kalau dikasih perpanjangan, harga saham divestasi harus khusus," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News