Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) ikut mendorong proses transisi energi dari berbasis fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT). Selain untuk menghasilkan energi yang lebih bersih, transisi energi ini juga dibutuhkan untuk menjawab tantangan bisnis di masa depan.
CEO Pertamina Subholding Power and New Renewable Energy (NRE) Heru Setiawan mengatakan saat ini negara-negara di dunia telah bergerak menuju pemanfaatan energi bersih.
"Tren global sekarang ini adalah masyarakat mempunyai pilihan untuk beralih dari mengonsumsi energi berbasis fosil ke energi sesuai keinginan yakni energi bersih termasuk listrik," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (7/12).
Menurut Heru, berdasarkan rencana jangka panjang Pertamina, kebutuhan pendanaan untuk transisi energi mencapai sekitar US$ 18 miliar. Selain internal Pertamina, pendanaan nantinya juga berasal dari eksternal seperti project financing, green bond, ecofinancing dan equity dengan mengundang mitra.
Baca Juga: Belajar dari tekanan 2020, SKK Migas minta KKKS lakukan optimasi biaya berkelanjutan
Heru menambahkan, saat ini ada beberapa faktor yang memicu percepatan proses transisi ke energi bersih. Pertama adalah pandemi Covid-19 yang membuat pengembangan EBT mendapat perhatian lebih.
Selain itu, faktor pemicu transisi energi lainnya adalah penurunan produksi migas nasional, isu lingkungan, neraca perdagangan, adanya peralihan pemanfaatan listrik seperti untuk kendaraan dan kompor, hingga sumber EBT di Indonesia yang melimpah.
"Faktor-faktor itulah yang mendorong Pertamina mempercepat transisi energi. Jadi, transisi energi ini didorong dari aspek suplai maupun demand-nya," kata dia.
Di usia yang ke-63 tahun ini, Pertamina sudah melakukan insiatif transisi energi dengan mengembangkan energi baru terbarukan dengan target total kapasitas setara 15,5 giga watt (GW). Beberapa proyek yang telah berjalan di antaranya proyek pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) Jawa-1 berkapasitas 1.760 MW, Proyek pembangkit panas bumi, own operation dengan kapasitas terpasang 672 Megawatt (MW) dan joint operation 1.205 MW.
Bersama PTPN Group, Pertamina juga telah mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTBg) berkapasitas masing-masing 1 MW dan bersiap mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Sei Mangkei, Sumatra Utara.
“Saat ini Pertamina juga sedang bersinergi dengan PT PLN dan MIND ID dalam rangka menyiapkan pengembangan baterai kendaraan listrik yang ditargetkan setara dengan kapasitas 5,1 GW,” imbuh Heru.
Baca Juga: Tak hanya soal ekonomi dan ketahanan energi, ini pentingnya pembangunan kilang
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman menambahkan, kehadiran Subholding Power & NRE mempertegas komitmen Pertamina dalam pengembangan energi bersih dan ramah lingkungan. Dengan potensi sumber energi bersih yang berlimpah di Indonesia, ini menjadi peluang besar untuk mendukung kemandirian energi yang lebih bersih.
“Pertamina saat ini sedang bergerak untuk menerapkan ESG Framework secara komprehensif di perusahaan, agar dapat bertahan di tengah agilitas perubahan dan dinamika lingkungan bisnis, serta menciptakan bisnis yang sustainable dan meningkatkan enterprise value dari perusahaan,” pungkas Fajriyah.
Selanjutnya: Pertamina yakin bisa kantongi laba US$ 800 juta di tahun 2020, ini alasannya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News