kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

DPR cecar penyelamatan Garuda (GIAA), ini jawaban lengkap Kementerian BUMN


Kamis, 03 Juni 2021 / 17:53 WIB
DPR cecar penyelamatan Garuda (GIAA), ini jawaban lengkap Kementerian BUMN
ILUSTRASI. DPR mencecar opsi penyelamatan Garuda Indonesia. Ini jawaban lengkap Kementerian BUMN. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rapat Kerja Kementerian Badan Usaha Milik Negara dengan Komisi VI, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kamis (3/6) berlangsung seru.

Sejumlah anggota parlemen memberondong  Menteri BUMN Erick Thohir dengan berbagai pertanyaan. Salah satunya tentang kondisi keuangan PT Garuda Indonesia Tbk yang kritis.

Salah satu Anggota Komisi VI DPR Fraksi Gerindra Andre Rosiade mempertanyakan realisasi dana talangan yang disepakati oleh Kementerian BUMN dan Komisi VI sebesar Rp 8,5 triliun. Hingga saat ini, Kementerian Keuangan Mulyani baru merealisasikan dana talangan tersebut sebesar Rp1 triliun.

"Saya juga bingung Komisi VI DPR sepakat dengan Menteri BUMN, tiba-tiba Menteri Keuangan hanya turunkan Rp1 triliun, yang akhirnya menyebabkan permasalahan Garuda ini semakin berdarah-darah. Nah ini PR (pekerjaan rumah) juga Pak Menteri," ujarnya.

Baca Juga: Guru besar keuangan UI Budi Frensidy: Kombinasi 3 & 4 bisa jadi pilihan Garuda

Tak hanya Andre, Anggota Komisi VI DPR RI Evita Nursanty menyoal empat skema penyelamatan Garuda Indonesia yang beredar di publik. 

Evita menyayangkan muncul opsi penyelamatan ketika terobosan yang dilakukan oleh Kementerian BUMN maupun Garuda Indonesia sendiri belum maksimal.
"Ini apa sih yang sebenarnya Pak Menteri? Belum apa-apa kita sudah menyelamatkan Garuda. Saya mau tanya balik, terobosan baru apa yang sudah dibuat manajemen Garuda saat ini? Saya tidak lihat ada terobosan barunya," tuturnya

Lewat skema Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), pemerintah memang mengalokasikan dana sebesar Rp8,5 triliun. Pencairan dana talangan itu kemudian dilakukan melalui penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) atau mandatory convertible bond (MCB) lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Baca Juga: Menimbang untung rugi empat opsi penyelamatan Garuda (GIAA), mana pilihan terbaik?

Maka DPR minta Erick untuk menanyakan realisasi pencairan PEN tersebut kepada bendahara negara, termasuk membahasannya dalam rapat terbatas (ratas) bersama dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) .

"Jika  pemerintah mau dukung sepenuhnya ya dukung. Jangan di depan mendukung tapi di belakang setengah hati. Menteri BUMN pasang badan (tapi) Menteri Keuangan tidak," ujar Andre.


Lalu bagaimana dengan jawaban Kementerian BUMN? Jawaban detail datang dari Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo.  Garuda akan menghadapi potensi kebangkrutan jika tidak dapat mencapai kesepakatan dengan lessor yang jumlahnya mencapai 36 lessor. 

“Memang ada risiko, kreditur tidak menyetujui atau banyak tuntutan legal, bisa terjadi tidak mencapai kuorum dan akan menuju kebangkrutan. Ini yang kami hindari karena harapannya ada kesepakatan dari seluruh kreditur untuk menyepakati restrukturisasi Garuda,” ujar Tiko, panggilan karib Wamen BUMN yang juga mantan Direktur Utama Bank Mandiri. 

Tiko menyebut, Garuda akan menjalani proses hukum yang berat dan kompleks dalam menempuh restrukturisasi perusahaan secara besar-besaran. 
Ini lantaram mayoritas lessor perusahaan maskapai pelat merah itu adalah pihak asing sehingga pembicaraannya harus dilakukan melalui ketentuan hukum yang berlaku secara internasional.

Baca Juga: Garuda Indonesia (GIAA) tawarkan pensiun dini ke karyawan, ini beban berat GIAA

Selain lessor, kreditur Garuda merupakan pemberi pinjaman dalam bentuk sukuk global juga berasal dari luar negeri, yakni Timur Tengah. 

Untuk menempuh proses restrukturisasi utang, Tiko menyatakan pihak Kementerian BUMN telah menunjuk konsultan hukum maupun konsultan keuangan.

Selama proses renegosiasi berlangsung, Tiko menyatakan Garuda akan meminta adanya moratorium pembayaran utang. Moratorium membutuhkan waktu 270 hari sebelum restrukturisasi selesai.

“Bila Garuda bisa melakukan restrukturisasi secara massal dengan seluruh lessor dan pemegang sukuk serta melakukan cost reduction, harapannya cost itu menurun 50 persen atau lebih, Garuda bisa survive pasca-restukturisasi,” ujar Kartika.

Garuda menanggung beban berat karena kebutuhan biaya operasi atau cost yang harus dikeluarkan setiap bulan mencapai US$ 150 juta. Sedangkan total pendapatan Garuda hanya sUS$ 50 juta saat ini. 

Kondisi ini menandakan bahwa emiten berkode GIAA itu merugi US$ 100 juta setiap bulan.
Permasalahan Garuda, sejatinya terjadi sejak lama. Pertama, Garuda memiliki jenis pesawat yang terlalu banyak seperti Boeing 727, Boeing 777, Airbus A320, Airbus A330, ATR, dan Bombardir. 

Baca Juga: Ditawari pensiun dini, begini respons serikat karyawan Garuda Indonesia (GIAA)

Dengan begitu, beban leasing melebihi cost yang wajar. Tak hanya itu, rute-rute penerbangan maskapai banyak yang tidak untung.

Saat Covid-19, Tiko mengatakan, Garuda menghadapi masalah baru karena adanya pengakuan kewajiban sehingga utangnya membengkak menjadi Rp 20 triliun. “Yang semula dicatat operational lease sebagai Opex keumdian dicatat sebagai utang,” tutur Tiko.

Tiko menyebut, kondisi ini membuat Garuda dalam posisi unsolved. Utang dan ekuitas Garuda tidak mampu mendukung neraca.

“Kalau kita melakukan resturkturisasi yang sifatnya fundamental, utang yang US$ 4,5 miliar dollar ini harus menurun di kisaran US$ 1 miliar- US$ 1,5 miliar,” ujar Tiko

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×