kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Driver online Go-jek paling banyak lakukan order fiktif


Kamis, 07 Juni 2018 / 20:21 WIB
Driver online Go-jek paling banyak lakukan order fiktif
ILUSTRASI. Aplikasi Go-Jek


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Institute tor Development of Economics and finance (Indef) menemukan maraknya order fiktif di industri ride-hailing. Mayoritas mitra pengemudi sebesar 81% mengakui mengetahui rekannya pernah melakukan order fiktif.

Direktur Program lndef Berty Martawardaya mengatakan, hasil survei menunjukkan bahwa 42% mitra pengemudi percaya bahwa Go-Jek adalah platform di mana order fiktif paling banyak terjadi. Sementara 28% mitra pengemudi mengatakan bahwa di Grab lah order fiktif lebih banyak terjadi.

Dia melanjutkan, ketika dijabarkan berdasarkan perusahaan aplikasi, mitra pengemudi Go-Jek menunjukkan tingkat kepercayaan lebih rendah kepada platform tempat mereka bernaung karena 46% mitra pengemudi Go-Jek mengatakan bahwa perusahaan tidak mengetahui atau mengetahui tapi membiarkan praktik tindakan curang.

Sementara angka ketidakpercayaan untuk Grab juga cukup tinggi yaitu 30% dari mitra pengemudi menyatakan hal serupa dengan mitra pengemudi Go-Jek tentang platform Grab.

Disisi lain, Dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa, para mitra pengemudi mengakui bahwa tindakan curang sangat banyak terjadi sehari-hari di lapangan.

Hampir dua dari tiga mitra pengemudi atau sebesar 61% mengatakan bahwa mereka mengetahui sesama mitra pengemudi yang pernah melakukan order fiktif untuk mencapai target jumlah perjalanan dan mendapatkan insentif.

Lalu, sebesar 54% mitra pengemudi mengaku bahwa mereka mengetahui sesama mitra pengemudi pernah melakukan tindakan curang demi mengejar insentif yang dijanjikan perusahaan ride-hailing bila mencapai target.

“Para mitra pengemudi yang melakukan tindakan curang menggunakan perangkat lunak GPS palsu, untuk memalsukan perjalanan dan menyelesaikan perjalanan tanpa harus benar-benar membawa penampang dan mencurangi sistem,” ujarnya saat di temui di Kantor Indef, Kamis ( 7/6).

Dia melanjutkan, Para pelaku menggunakan banyak nomor dan akun palsu, di mana mereka berpura-pura menyelesaikan perjalanan demi mendapat insentif yang dijanjikan setelah mencapai target jumlah perjalanan tertentu. Selain itu, Order fiktif juga kerap dilakukan untuk menjauhkan mitra lain dari tempat tertentu.

Sebanyak 81% mitra pengemudi mengaku mendapat order fiktif setiap minggunya dan 37% mitra pengemudi mengaku mendapat order fiktif setiap harinya.

“Temuan survei ini cukup mengejutkan. Selain merugikan perusahaan ride hailing, penghasilan para mitra pengemudi yang bekerja dengan jujur juga terdampak oleh perilaku ini,” jelasnya.

Survei ini juga menemukan bahwa 53% mitra driver tidak setuju dengan tindakan order fiktif yang dilakukan teman-teman mereka. Satu dari tiga atau 34% pengemudi bahkan pernah secara aktif memperingatkan teman mereka yang melakukan tindakan order fiktif.

”Tanggung jawab harusnya diemban oleh penyedia aplikasi ride-hailing untuk memberlakukan sistem keamanan yang lebih ketat untuk melawan tindakan curang. Para mitra pengemudi juga sependapat. Empat dari 10 mitra pengemudi atau 39% percaya bahwa perusahaan aplikasi tidak mendeteksi fenomena order fiktif curang di lapangan ,” lanjut Berly.

Sebagai rekomendasi, Berly mengatakan bahwa sangat krusial bagi mitra pengemudi dan perusahaan ride-hailing untuk bekerja sama dalam melawan tindakan curang ini.

“Perusahaan harus mengembangkan teknologi yang dapat mendeteksi tindakan curang secara real-time. Perusahaan juga harus menjatuhkan hukuman seberat-beratnya untuk mitra pengemudi yang ketahuan melakukan tindakan curang,” tutupnya.

Sekadar informasi, survei ini dilakukan di Indonesia dan melibatkan 516 mitra pengemudi dua perusahaan ride-hailing terbesar, Go-Jek dan Grab. Survey dilakukan pada tanggal 16 April-16 Mei 2018 di Jakarta, Bogor, Semarang, Bandung dan Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×