kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.916.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.849   -30,00   -0,18%
  • IDX 6.436   -6,15   -0,10%
  • KOMPAS100 921   -1,90   -0,21%
  • LQ45 718   -5,24   -0,72%
  • ISSI 203   1,04   0,52%
  • IDX30 375   -2,53   -0,67%
  • IDXHIDIV20 455   -3,38   -0,74%
  • IDX80 104   -0,45   -0,43%
  • IDXV30 111   -0,65   -0,58%
  • IDXQ30 123   -0,75   -0,60%

Dugaan Korupsi Pertamina Dianggap Bentuk Efek Samping dari Lemahnya Pengawasan


Selasa, 25 Februari 2025 / 20:17 WIB
Dugaan Korupsi Pertamina Dianggap Bentuk Efek Samping dari Lemahnya Pengawasan
ILUSTRASI. Direktur dan Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023 yang saat ini dibuka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dianggap sebagai efek samping dari pengawasan yang lemah dari perusahaan pelat merah itu sendiri.

Menurut Direktur Center for Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan dalam pengelolaan minyak mentah, memang rentan dipermainkan. Baik soal kualitas dari hasil minyak mentah dalam negeri maupun permainan dalam proses impor ekspornya.

"Selama ini pengawasannya kan lemah, padahal fungsi Pertamina adalah memastikan standar dan kualitas," kata dia saat dihubungi, Selasa (25/02).

Pengawasan yang longgar menurut Bhima juga membuat banyaknya Kontrak Kerja Sama (KKS) yang ditolak minyaknya untuk diolah ke kilang dalam negeri menjadi pembenaran untuk lakukan impor.

Baca Juga: Pertamina Bantah Oplos Pertamax dan Pertalite dalam Kasus Dugaan Korupsi Pertamina

"Apalagi, marjin impor minyak kan juga besar sekali," tambahnya.

Dalam kasus ini, ia juga menekankan Pertamina sebagai holding harus ikut bertanggung jawab, karena skema korupsi yang terjadi sifatnya sistemik bukan individual.

"Apalagi menyeret direksi-direksi dari anak usahanya. Perlu langkah reformasi di dalam anak usaha Pertamina untuk mencegah hal serupa tidak terjadi lagi kedepannya," tambahnya.

Terkait besar kerugian yang ditanggung negara, Bhima prediksi kerugian dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang senilai Rp 193,7 triliun cukup rasional mengingat ranah dan juga periode korupsi selama 5 tahun.

"Nilai kerugiannya secara akumulatif cukup rasional karena ini mencakup kerugian dari ekspor minyak mentah sekaligus impor minyak. Kasus mafia migas terulang lagi, dan sebenarnya skemanya juga tidak canggih ya si pelaku hanya memainkan standar minyak yang bisa diserap di kilang," jelasnya. 

Baca Juga: Kementerian BUMN Buka Suara Soal Dugaan Korupsi Pertamina

Selanjutnya: Kredit Menganggur Bank Besar Makin Menumpuk, Capai Ratusan Triliun di 2024

Menarik Dibaca: Dukung Pengelolaan Sampah, Beiersdorf Gelar Program Peduli Diri dan Lingkungan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×