Reporter: Marantina | Editor: Havid Vebri
Siapa yang menyangka bahwa bisnis penerbangan sebesar Sriwijaya Air dimulai dari keisengan Chandra Lie dan saudara-saudaranya? Pria kelahiran Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung ini sama sekali tidak punya latar belakang dunia penerbangan.
Sebelum mengibarkan bisnis penerbangan, Chandra Lie sempat menjadi salesman di bidang garmen pada tahun 1986-1987. Dengan pengalaman bisnis itu, tak pernah tebersit sedikit pun angan-angan untuk terjun ke bisnis penerbangan.
Ide merambah bisnis penerbangan mulai didapat ketika ia kemudian mendirikan perusahaan agen perjalanan bernama Rajawali Tour & Travel pada 1994 .
Selama menekuni bisnis ini, ia sering menyewa pesawat mulai jenis Fokker hingga Boeing dari beberapa perusahaan penerbangan, seperti Pelita Air Service, Bouraq, Nurman Avia, Merpati dan Bali Air. Rute yang dijajaki Bangka-Pontianak, kemudian berkembang ke Jambi dan Palembang.
Dari situ ia kemudian terobsesi memiliki maskapai penerbangan sendiri. Terlebih bisnis penerbangan juga bisa memajukan daerah kelahirannya.
Lewat bisnis penerbangan, ia bisa berkontribusi memperkenalkan daerah kelahirannya kepada banyak orang.
Dengan semangat itulah, hatinya tergerak untuk mencoba peruntungan di bisnis penerbangan. "Sederhananya, saat itu belum banyak orang yang berkiprah di dunia jasa penerbangan, maka Sriwijaya Air muncul," paparnya.
Dengan berbekal modal nekat dan keteguhan hati, Chandra pun merintis pendirian Sriwijaya Air pada 10 November tahun 2003. Saat berdiri, maskapai ini baru memiliki satu pesawat jenis Boeing 737-200.
Pesawat tersebut melayani rute penerbangan Jakarta-Pangkal Pinang, Jakarta-Palembang, Jakarta-Jambi, dan Jakarta-Pontianak. Semua layanan penerbangan di rute tersebut ditempuh pulang pergi (PP).
Setelah melewati tahun pertama, Sriwijaya Air mengalami perkembangan yang begitu pesat. Bahkan, pada pertengahan 2009, Sriwijaya Air telah mengoperasikan 23 pesawat dengan melayani lebih dari 33 rute domestik dan dua rute regional.
Hingga kini, Sriwijaya Air juga tercatat sebagai salah satu maskapai udara pengguna pesawat jenis Boeing terbanyak, yakni mencapai 19 unit pesawat. Adapun total pesawat terbang yang dioperasikan Sriwijaya Air berjumlah 38 unit.
Dari 38 pesawat itu milik sendiri ada 16 unit, dan sisanya sewa lewat lessor. Kini, Sriwijaya akan menambah sembilan pesawat lagi. Chandra sengaja memilih nama Sriwijaya karena kekagumannya pada kerajaan yang termashyur dari Palembang tersebut.
Ia ingin Sriwijaya Air bisa menyatukan seluruh kawasan Nusantara seperti keinginan raja kerajaan Sriwijaya dahulu yang berasal dari Kota Palembang. Sejak Sriwijaya Air berdiri, Chandra sudah memegang tanggung jawab penuh. Semua sektor ada di bawah pengawasan pria yang hanya mengenyam pendidikan hingga bangku sekolah menengah atas (SMA) ini.
Untuk mengembangan bisnisnya, pelan-pelan ia mulai merekrut karyawan profesional di industri penerbangan. Dengan masuknya orang-orang profesional ini, beban Chandra menjadi terasa lebih ringan. "Saya juga bersyukur banyak teman-teman yang membantu saya dalam memajukan Sriwijaya Air hingga saat ini," ujar dia.
Bagi Chandra, kejujuran, disiplin dan kerja keras merupakan prinsipnya dalam memimpin dan mengembangkan Sriwijaya Air. Selain itu, sebisa mungkin ia tidak menyakiti hati orang lain, terutama konsumen. Ia mengaku, prinsip hidup itulah yang diajarkan kedua orang tuanya dalam mendidik anak-anak agar sukses dalam berkarya dan berusaha.
Saat ini, jumlah karyawan Sriwijaya Air telah mencapai 3.287 orang. Untuk membina hubungan dengan karyawan sebanyak itu, Chandra sering menggelar pertemuan informal.
Bahkan di sela-sela kunjungan dinas, Chandra kerap mengunjungi karyawan nya yang berada di luar Jakarta. Hal itu sesuai dengan tagline Sriwijaya Air: Your Flying Partner. Menurut Chandra, tagline itu bukan saja berlaku bagi pelanggan, melainkan juga dalam menjalin relasi dengan karyawan.
Selain itu, ia juga gencar mengampanyekan tiga kata yang menjadi budaya perusahaan di Sriwijaya Air, yakni melayani, mengabdi dan berbagi. Melayani, ia artikan sebagai roh pelayanan jasa penerbangan. Jadi, Sriwijaya tidak hanya melayani pelanggan, tetapi juga sesama karyawan di internal perusahaan.
Sementara mengabdi menggambarkan semangat pengabdiannya dan jajaran karyawan untuk negara dan di perusahaan. Pengabdian tidak berhenti hanya untuk perusahaan, tetapi juga kepada bangsa tempat berkarya dan hidup.
Adapun berbagi merupakan bentuk misi sosial karyawan Sriwijaya Air sebagai manusia. Semangat berbagi itu diterapkan dalam bentuk kegiatan corporate social responsibility (CSR).
Ini juga bentuk ibadah perusahaan untuk orang yang membutuhkan, seperti anak yatim, piatu dan duafa. CSR ini menjadi kegiatan rutin perusahaan yang dilakukan setiap hari, secara bergantian di setiap cabang Sriwijaya Air di seluruh Indonesia.
Pria kelahiran Pangkal Pinang, 4 April 1965 ini menambahkan, dalam hal menggaet penumpang, Sriwijaya Air mengutamakan kualitas pelayanan dan fokus pada penumpang, baik dalam pesawat maupun di luar pesawat.
Sriwijaya Air juga meningkatkan faktor keselamatan penerbangan. Perawatan untuk puluhan pesawat Sriwijaya diserahkan kepada tangan-tangan terampil yang berpengalaman.
Bagi Sriwijaya Air, keamanan selalu menjadi prioritas. "Prinsip kami, pesawat tidak akan terbang jika keselamatan penumpang dan penerbang tidak dinomorsatukan, dan karyawan kami sangat memahami ini," tuturnya.
Berbagai upaya dilakukan Chandra untuk memastikan Sriwijaya bisa bersaing dengan maskapai lainnya. Salah satunya adalah mencetak pilot handal melalui sekolah pilot Sriwijaya yang beroperasi sejak 2010.
Di bawah bendera PT National Aviation Management Flying School, Sriwijaya memberikan beasiswa penuh dan membuka peluang bagi lulusan NAM Flying School menjadi pilot Sriwijaya Air.
Untuk urusan perawatan dan pemeliharaan pesawat, Sriwijaya bekerja sama dengan PT Aero Nusantara Indonesia (ANI) dan Garuda Maintenance Facility (GMF). Sriwijaya Air mempercayakan perawatan di dalam negeri karena dirasa sudah mumpuni.
Namun, jika hanggar dalam negeri tidak bisa menampung armadanya, Sriwijaya bekerja sama dengan perusahaan perawatan pesawat di Singapura dan Malaysia. Tidak sia-sia. Usaha ini membuat Sriwijaya diganjar penghargaan dari Boeing International Award untuk kategori Safety and Maintenance, tahun 2007.
Ekspansi
Chandra mengungkapkan banyak rencana ekspansi untuk mengembangkan maskapai penerbangan ini. Salah satunya adalah membuka rute penerbangan ke wilayah timur Indonesia.
Sejak 3 Oktober 2013, Sriwijaya Air mulai melayani penerbangan ke Timika dan Merauke, Papua. "Penerbangan ini merupakan wujud dari visi Sriwijaya Air untuk merajut negara kepulauan dan mendekatkan jarak dari Sabang hingga Merauke," tandasnya.
Sebenarnya Chandra berambisi untuk meluncurkan maskapai Nam Air, anak usaha terbaru dari PT Sriwijaya Air. Maskapai baru ini ditargetkan bisa terbang melintasi langit Indonesia pada Oktober ini.
Akan tetapi, izin Air Operator Certificate (AOC) dari Kementerian Perhubungan belum juga terbit sampai sekarang. Jadi, sementara ini Sriwijaya cukup puas melayani penerbangan ke Timika dan Merauke, Papua.
Memasuki masa sepuluh tahun beroperasi, 100% saham Sriwijaya Air masih milik Indonesia. Meski tidak lagi sepenuhnya milik keluarga Lie, Sriwijaya masih tetap merah putih.
Chandra juga menuturkan, hingga sekarang ia belum ada rencana untuk melepas sahamnya ke publik. "Apabila dalam perjalanan ke depan Sriwijaya Air harus bersinergi dengan pihak lain untuk bisa lebih maju lagi, maka kami pun menyerahkannya," ujar Chandra.
Yang terpenting, visi Sriwijaya Air untuk merajut negara kepulauan bisa terwujud. Sepanjang tahun 2012, kata Chandra, Sriwijaya Air telah melayani sekitar 8,5 juta orang pelanggan. Targetnya tahun ini, maskapai penerbangan ini bisa melayani sekitar 9,5 juta pelanggan. Dengan total 38 unit armada yang dimiliki, Chandra optimistis target tersebut bisa tercapai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News