kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jadi pengusaha gara-gara diskors kampus


Senin, 07 Oktober 2013 / 15:54 WIB
ILUSTRASI. YouTube logo at the YouTube Space LA in Playa Del Rey, Los Angeles, California, United States October 21, 2015. REUTERS/Lucy Nicholson/File Photo


Sumber: Kontan 5/9/2013 | Editor: Havid Vebri

Siswono Yudo Husodo termasuk tokoh populer di Tanah Air. Selain pengusaha, ia juga dikenal sebagai politisi senior yang lama malang melintang di ranah perpolitikan. Karir politik dan bisnis sudah dirintisnya sejak muda.

Makanya, bagi Siswono, dunia politik dan bisnis tak bisa dipisahkan dari hidupnya. Pria kelahiran Long Iram, Kutai Barat, Kalimantan Timur, Juni 1943 ini mengawali karirnya sebagai pengusaha.

Lulus dari Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1968, Siswono langsung terjun ke dunia usaha dengan mendirikan PT Bangun Cipta Sarana. Usahanya ini resmi berdiri pada 28 Januari 1969.

Siswono mengenal dunia wirausaha sejak masih duduk di bangku kuliah. Itu pun terjadi secara kebetulan. Ceritanya, Siswono saat itu diskor dari kampusnya karena menjabat Wakil Laskar Komandan Soekarno. Sebuah organisasi gerakan mahasiswa yang dilarang di zaman Presiden Sorharto.

Saat itu kejadiannya sekitar tahun 1966, saat Soeharto baru berkuasa. Soeharto saat itu tengah gencar-gencarnya memberangus semua hal yang berbau Orde Lama. Tidak tanggung-tanggung, Siswono diskors selama empat tahun dari bangku kuliah.

"Yang mebuat saya sedih ketika diskors itu, ibu saya ikut sedih. Tentu seorang ibu mengharapkan anaknya menjadi insinyur, ibu saya berfikir habislah riwayat pendidikan anaknya ini," katanya dalam wawancara khusus dengan KONTAN di Semarang, pekan lalu.

Tidak ingin menambah kesedihan ibunya, ia pun mulai berpikir bagaimana caranya bisa bertahan (survive) di tengah segala keterbatasan. Lalu ia mendapat ide untuk berbisnis. Menurutnya, jalur wiraswata merupakan pilihan paling realistis. Soalnya, sebagai seorang pendukung Soekarno, kecil kemungkinan dirinya bisa diterima bekerja di instansi manapun.

Siswono mengawali karir bisnisnya dengan berjualan segala macam barang, seperti karung, rokok, kedelai, dan bawang putih. Dia bersyukur, kendati tidak memiliki pengalaman niaga, perjalanan bisnisnya relatif mulus. "Saya merasakan kalau Tuhan membukakan jalan serta memberikan keuntungan yang tidak pernah diperkirakan," ujarnya.

Dari berbagai komoditas itu, akhirnya Siswono fokus menekuni bisnis penjualan bawang. Ketika itu, Siswono pintar memanfaatkan peluang. Ia melihat, harga bawang di Jakarta jauh lebih mahal dari daerah.

Ia pun fokus memasok bawang putih ke Jakarta. Pasokan bawang diambilnya dari daerah Malang, Jawa Timur. Kemudian ia mendapat informasi lagi kalau harga bawang di Palembang lebih tinggi dari Jakarta.

Dari Jakarta, bawang tersebut dijualnya ke Palembang. Dari situ banyak keuntungan yang didapat Siswono. "Sebagai pedagang bawang itu, saya mampu membeli BMW R 27," ujarnya bangga.

Ia juga pedagang yang cermat berhitung. Untuk mendapat harga terbaik, Siswono mempelajari siklus tanam bawang. Ia pun mendapat pengetahuan bawah setiap tahun kabisat ketika curah hujan selalu tinggi, tanaman bawang pasti hancur. Soalnya, bawang hanya perlu air di awal pertumbuhan.

Karena produksinya berkurang, harga bawang putih pada tahun kabisat selalu melambung. Melihat itu, dia pun rajin mencatat siklus tersebut dengan membeli bawang sebanyak mungkin sebelum tahun kabisat datang. "Saya timbun dulu, tahun kabisat harganya naik dan saya jual untung banyak," tuturnya.

Tahun 1968, ia diterima kembali kuliah di ITB. Saat itu tinggal tersisa dua mata kuliah yang berhasil dituntaskannya tahun itu juga dengan menyabet gelar insinyur. "Tapi di era itu masih anti Soekarno, saya daftar ke instansi pasti ditolak, jadi tidak mungkin bekerja di pemerintahan," ungkapnya.

Berbekal pengalaman berjualan bawang, ia pun terdorong mendalami dunia bisnis. Sebagai sarjana teknik, ia memilih terjun ke bisnis kontruksi dan properti. Sekitar 1969, ia lalu mendirikan PT Bangun Cipta Sarana dengan modal awal Rp 7,5 juta.

Saat awal merintis usaha itu, lokasi kantornya dipusatkan di garasi rumah orang tuanya di Jakarta. Bisnis dimulainya dengan menggarap proyek kecil-kecilan, seperti memperbaiki SC, renovasi rumah, dan membangun pagar rumah.

Di usaha ini, Siswono dibantu tiga temannya sesama alumni ITB, diantaranya Faturochman teman seangkatan di ITB dari Solo, Jawa Tengah dan Lee Gan Young teman angkatan asal Lawang, Malang, Jawa Timur.

Bisnis mereka terus berkembang seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi di era Soeharto. Kebetulan saat itu Soeharto gencar membangun proyek-proyek infrastruktur.

Menurut Siswono, selama 30 tahun Soeharto berkuasa, ekonomi Indonesia terus moncer dengan laju pertumbuhan rata-rata 7% setiap tahunnya. Dengan pertumbuhan yang cukup kencang itu, peluang bisnis kontraktor sangat terbuka lebar.

Ia mengaku, terlibat dalam banyak proyek infrastruktur saat itu. Di antaranya pembangunan jalan dari Aceh hingga Papua, proyek perumahan real estate, gedung-gedung, apartemen, serta pelabuhan-pelabuhan di Bengkulu, Batam, dan masih banyak lagi. "Pokoknya banyak sekali pekerjaan kami pada era itu," tuturnya.

Kiprahnya yang signifikan di dunia kontruksi akhirnya mulai dilirik Soeharto. Sebagai pengagum Soekarno, dia dipercaya oleh Soeharto membangun makam Soekarno di Blitar, Jawa Timur. "Saya sempat bertanya ke Pak Soeharto kenapa memilih saya membangun makam Soekarno. Dijawab Soeharto, karena kamu merupakan pengagum Soekarno," kisahnya.

Selanjutnya, ia juga minta membangun makam mantan Wakil Presiden M. Hatta di Tanah Kusir, Jakarta. Setelah itu, ia pun dipanggil lagi oleh Soeharto. Tak disangka, kali ini ia ditawari jabatan menteri. "Masuk ke dalam birokrasi pemerintahan itu tidak pernah terlintas dalam pikiran saya," katanya.

Menerima tawaran itu, ia pun melepas jabatannya sebagai Direktur Utama PT Bangun Cipta Sarana. "Supaya tidak ada konfik kepentingan, akhirnya saya lepaskan jabatan sebagai direktur utama," katanya.

Untuk menjauhkan dirinya dari praktik korupsi, ia juga menjauhkan perusahaanya dari proyek-proyek pemerintah. "Karena akan banyak sangkaan korupsi ketika perusahaan ini bekerjasama dengan pemerintah," katanya. Pimpinan perusahaan diserahkannya kepada salah seorang temannya yang ikut merintis bisnis dari awal. 

Di era Presiden Soeharto ini, Siswono pernah menjabat Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) pada Kabinet Pembangunan V ditahun 1988-1993, dan Menteri Transmigrasi dan Tenaga Kerja pada Kabinet Pembangunan VI 1993-1998.

Lolos dari krisis

Setelah tidak lagi menjabat menteri di tahun 1998, bukan berarti karir politik Siswono ikut redup. Sampai saat ini ia masih tercatat sebagai politisi Partai Golkar dengan menjabat Anggota Dewan Penasehat Partai Golkar.

Kini ia juga tercatat sebagai Anggota Komisi IV DPR dari partai berlambang pohon beringin itu. Bahkan pada pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2004, ia didapuk sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang berpasangan dengan Calon Presiden (Capres) Amien Rais.

Di dunia bisnis, Siswono juga kembali aktif di PT Bangun Cipta Sarana dengan menjabat sebagai Presiden Komisaris sampai sekarang. Ia bersyukur, perusahaannya lolos dari krisis ekonomi tahun 1998 di saat banyak perusahaan lain yang kolaps. Kendati saat itu memiliki utang cukup besar di bank, mencapai Rp 500 miliar, namun untungnya utang itu dalam denominasi rupiah.

Padahal, bank tempanya meminjam, pernah menawarinya untuk menukar utang Rp 500 miliar itu dengan denominasi dollar yang bunganya lebih kecil dari utang dalam bentuk rupiah. "Waktu itu nilai tukar satu US$ haya Rp 2.500. Dengan kurs tersebut, maka nilai Rp 500 miliar itu sekitar US$ 200 juta," ungkapnya.

Namun, entah mengapa, feeling-nya mengatakan jangan menerima tawaran mengganti utang rupiah ke dalam denominasi dollar. "Kenapa tidak diambil, saya sendiri tidak tahu. Jadi kalau menurut saya itu benar-benar pertolongan Tuhan," katanya.

Saat itu, banyak pihak di internal perusahaan menyalahkan keputusan Siswono itu. Namun, tak lama datang peristiwa yang menguji kebenaran pilihannya itu.
Beberapa bulan setelah menolak tawaran itu, datanglah badai krisis yang ditandai dengan melambungnya nilai tukar dollar hingga menjadi Rp 15.000. "Kalau saya ambil, mendadak sontak utang dari Rp 500 miliar itu menjadi Rp 3 triliun," katanya.

Di usianya yang 44 tahun, kini PT Bangun Cipta Sarana telah memiliki lebih dari 25 anak perusahaan, yang bergerak di berbagai bidang, seperti konstruksi pembangunan gedung tinggi, real estat, bendungan, irigasi, jalan, jembatan dan dermaga. Ada juga yang bergerak di pengadaan air minum serta proyek pengendalian kebersihan/sampah padat.

Pada 1995, Bangun Cipta juga membuka perkebunan sawit bekerja sama dengan PT Medco. Lalu ada juga anak usaha yang bergerak di agribisnis lain yang fokus di usaha sayur mayur. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×