kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor biodiesel terkena dumping


Kamis, 21 November 2013 / 07:39 WIB
Ekspor biodiesel terkena dumping
ILUSTRASI. Warga menunjukan aplikasi MyPertamina saat mengisi bahan bakar pertalite di SPBU Pertamina Abdul Muis, Jakarta, Rabu (29/6/2022). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.


Reporter: Handoyo | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Hambatan perdagangan internasional ke Uni Eropa untuk produk sawit dan turunannya tak pernah surut. Setelah sebelumnya dihadang dengan kampanye negatif antisawit, kini ekspor biodiesel ikut dijegal. Uni Eropa akan memberlakukan bea masuk antidumping terhadap produk biodiesel asal Indonesia selama lima tahun. Tentunya ini dilakukan setelah mereka bisa membuktikan perusahaan-perusahaan tersebut menjual biodiesel ke Eropa di bawah harga dalam negeri.


Tidak hanya Indonesia, Argentina juga terkena bea masuk dumping dari Uni Eropa. Bea masuk anti dumping untuk Argentina mencapai € 245,65 per ton. Sementara biodiesel asal Indonesia dikenakan bea masuk anti dumping di kisaran € 76,94 sampai € 178,85 per ton.


Perusahaan asal Indonesia yang produknya terkena bea masuk antidumping antara lain: PT Musim Mas, PT Pelita Agung Agrindustri (Permata Hijau Group), PT Wilmar Nabati Indonesia, dan Wilmar Bioenergi Indonesia (Wilmar Grup). "Persentase antidumpingnya berkisar antara 10% hingga 20%," ujar Oke Nurwan, Direktur Pengamanan Perdagangan, Kementrian Perdagangan (Kemdag), kemarin.


Menurut hasil investigasi Uni Eropa, pemberlakuan bea masuk tambahan karena industri biodiesel di Uni Eropa dirugikan dengan impor biodiesel asal Indonesia dan Argentina.


Beberapa industri yang mengalami kerugian secara material adalah Verbio AG (VBK) asal Jerman, Diester Industrie SAS asal Perancis dan Novaol Srl asal Italia.


Meski begitu, Oke bersikukuh bahwa keputusan tersebut belum final. "Keputusannya setelah mereka pembahasan di internal EU pada 28 November," tambah Oke.


Bayu Khrisnamurti, Wakil Menteri Perdagangan kecewa dengan keputusan Uni Eropa. Sebab, eksportir biodiesel tidak mendapat subsidi dari pemerintah. Subsidi biodiesel yang diberikan oleh pemerintah adalah langsung kepada konsumen (end user).


"Apa yang dilakukan Uni Eropa itu sebenarnya agak diskriminatif," kata Bayu.


Pemerintah mendukung jika perusahaan biodiesel mengambil langkah hukum untuk menolak keputusan Uni Eropa tersebut. "Kita akan banding, kita akan dukung pengusaha naik banding," ujar Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan.


Keputusan ini jelas akan merugikan produsen biodiesel dalam negeri. Sebab, harga biodiesel asal Indonesia tidak lagi kompetitif. Dampaknya, ekspor biodiesel Indonesia akan turun.


Paulus Tjakrawan, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) mengatakan ekspor biodiesel di tahun ini tidak bisa mencapai 1,5 juta kiloliter (kl) seperti tahun lalu. "Kita memproyeksikan ekspor biodiesel tahun ini dibawah tahun lalu," ujar Paulus.


Genjot pasar lokal


Bayu menambahkan, produsen biodiesel tak perlu khawatir. Dengan kenaikan pencampuran biodiesel dalam bahan bakar minyak (bbm) menjadi 10% akan meningkatkan permintaan biodiesel di dalam negeri. "Pasar lokal akan masih terbuka," kata Bayu.


Menurut Bayu, sudah ada pembahasan untuk pembelian biodiesel yang dilakukan oleh Pertamina sebanyak 6,5 juta ton. Tahun lalu, Pertamina hanya membeli biodiesel sebanyak 600.000 ton. Tahun ini, kebutuhan biodiesel Pertamina mencapai 900.000 ton.


Dengan semakin tingginya permintaan di pasar dalam negeri tersebut, tidak mustahil Uni Eropa sendiri yang akan rugi karena pasokan dari Indonesia akan semakin sedikit. Selama ini, jumlah pasokan biodiesel asal Indonesia dan Argentina ke Uni Eropa berkisar 2 juta hingga 2,5 juta ton per tahun. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×