Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekspor CPO melalui bursa berjangka Indonesia seharusnya bersifat sukarela, bukan bersifat fisik, dan tidak terkait dengan kewajiban pemenuhan pasar domestik (DMO). Maka dari itu, regulasi ekspor CPO melalui bursa berjangka Indonesia diharapkan tidak mengintervensi pasar.
“Harga yang terbentuk di bursa seharusnya mencerminkan harga pasar yang ditentukan oleh supply dan demand. Sehingga bursa menjadi kredibel dan dapat dijadikan acuan pasar global,” ungkap Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam dalam keterangannya, Rabu (23/8).
Pada Rabu (23/8) Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemenerian Perdagangan (Kemendag) mengadakan konsultasi publik ekspor CPO melalui bursa berjangka di Auditorium Kemendag.
Baca Juga: UE Larang Impor CPO, SGRO Tetap Pasang Target Produksi TBS Hingga 10%
"Salah satu indikator bahwa bursa kredibel adalah menyerahkan kepada mekanisme pasar, termasuk preferensi penjual dan pembeli terhadap bursa tersebut. Jadi tidak lazim adanya kewajiban atau mandatory dalam praktek Bursa Berjangka," katanya.
Ia mengajak Kemendag agar mempertimbangkan keputusan dengan matang, didasari oleh penelitian mendalam dari berbagai aspek, termasuk hukum. “Pemerintah seharusnya mengadakan public hearing yang melibatkan berbagai pihak,” sarannya.
Diakui tujuan positif dari rencana ekspor CPO melalui bursa berjangka, namun mengingatkan bahwa tidak semua kebijakan dengan tujuan baik memberikan hasil positif, seperti terlihat pada intervensi harga dan pelarangan ekspor CPO tahun 2022.
Baca Juga: Peluncuran Bursa CPO Molor dari Target Menjadi Pertengahan Tahun 2024
“Kebijakan tanpa perhitungan matang pada 2022 mengakibatkan masalah di pasar minyak goreng, seperti kelangkaan supply, pasar gelap, dan kenaikan harga,” paparnya.
Piter juga menyoroti dampak negatif dari kebijakan tersebut pada harga tandan buah segar (TBS) dan protes dari petani kelapa sawit. “Kesalahan kebijakan pemerintah bahkan berujung pada tuntutan hukum terhadap pejabat tinggi Kemendag,” ungkapnya.
Dalam rancangan Permendag 2023, ekspor berbagai produk minyak kelapa sawit diwajibkan melalui bursa berjangka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News