Reporter: Siti Maghfirah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Pertumbuhan ekspor sepatu lokal asal Indonesia terus melambat. Hingga April 2017, Asosiasi Persepatuan Indonesia mencatat pertumbuhan ekspor sekitar 4,3% dibandingkan periode yang sama tahun lalu dengan nilai US$ 1,5 milliar.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perspepatuan Indonesia Sigit Murwito mengungkapkan, pertumbuhan ini jauh menurun dibandingkan pertumbuhan di tahun 2014 dan 2015 yang mencapai 7% hingga 8%.
Selain karena faktor eksternal seperti krisis global yang membuat permintaan menurun, persaingan pasar ekspor dengan negara-negara lain juga sangat ketat.
Tak hanya dengan pemain lama seperti Vietnam dan China, saat ini persaingan juga diramaikan dengan pemain-pemain baru seperti Myanmar dan Kamboja. Kamboja yang sebelumnya tidak pernah masuk peta persaingan eksportir sepatu, di tahun 2016 melesat masuk ke 15 besar.
“Ini kan jadi ancaman untuk kami. Daya saing produsen di Indonesia terbilang lemah dan belum ada perbaikan yang signifikan,” ujarnya, Minggu (23/7).
Sigit melanjutkan, dibanding Vietnam, produktivitas tenaga kerja produsen sepatu lokal lebih rendah. Dalam 1 minggu tenaga kerja di Vietnam bisa bekerja hingga 48 jam sementara di Indonesia bisa kurang dari 40 jam.
Beda halnya dengan produsen baru yang mengandalkan harga yang lebih murah. Selain itu, negara lain, menurut Sigit bisa melakukan ekspor yang sifatnya low margin dan high volume.
“Ini yang tidak bisa kami lakukan. Karena high volume butuh efisiensi biaya, seperti dari sisi logistik, kepabeanan, dan energi yang masih tinggi,” lanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News