Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Masa transisi penerapan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara mulai 12 Januari silam tidak mengganggu kinerja ekspor komoditas timah. Sebab, kewajiban penerbitan sertifikat eksportir terdaftar (ET) baru hanya berlaku untuk komoditas mineral lain selain timah.
Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk mengatakan, kegiatan ekspor perusahaan baik lewat Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) maupun lewat pasar spot tidak terkendala masa transisi ekspor mineral. "Kami dan perusahaan timah lainnya tidak terpengaruh kebijakan ini, karena yang diberlakukan pemerintah hanya untuk mineral selain timah," kata dia, Senin (17/2).
Seperti diketahui, mulai 12 Januari silam, pemerintah menerapkan kebijakan baru berupa pelarangan ekspor mineral mentah (ore) dan hanya memperbolehkan enam jenis mineral olahan tanpa pemurnian (konsentrat) yang boleh diekspor. Pemerintah juga mengeluarkan aturan berupa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 4/2014 menyoal penomoran kode harmoni sistem (HS) baru, sehingga pengusaha yang akan mengekspor harus mengajukan ET yang baru.
Namun, hal ini tidak berlaku untuk komoditas timah. Di mana, kode HS untuk jenis mineral tersebut telah diatur sebelumnya dalam Permendag Nomor 78/2012 dan Permendag Nomor 32/2013.
Terdapat tiga macam produk hasil pemurnian dari komoditas timah yang dapat diekspor. Yakni, timah batangan, timah solder, dan timah dalam bentuk lainnya. "Kewajiban pemurnian komoditas timah pun sudah diberlakukan pemerintah sejak 2004 lalu, kami pun telah memiliki semua jenis ET tesebut," kata Agung.
Sebelumnya, pemerintah menyatakan baru terdapat tiga perusahaan mineral yang telah mengantongi ET sehingga dapat mengekspor produknya. Yakni, PT Aneka Tambang Tbk untuk jenis produk feronikel, PT Vale Indonesia Tbk untuk produk nikel matte, dan PT Smelting untuk jenis produk tembaga katoda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News