kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Emisi Gas Metana Tambang Batubara Meningkat 8 Kali Lebih Besar


Rabu, 13 Maret 2024 / 10:12 WIB
Emisi Gas Metana Tambang Batubara Meningkat 8 Kali Lebih Besar
ILUSTRASI. Emisi Gas Metana Tambang Batubara Meningkat 8 Kali Lebih Besar


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.Ember, sebuah think tank independen yang fokus pada isu-isu iklim dan energi, baru-baru ini mengungkapkan bahwa tambang batubara di Indonesia menghasilkan gas metana hingga delapan kali lebih besar dari perkiraan resmi yang saat ini berlaku.

Menurut laporan terbaru dari Ember Climate, emisi gas metana dari tambang batubara di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian yang memadai dan seringkali tidak dilaporkan dengan akurat.

Menurut data dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), metana merupakan gas rumah kaca yang memiliki dampak pemanasan global hingga 30 kali lebih kuat daripada karbon dioksida dalam kurun waktu 100 tahun.

Baca Juga: Ramai-Ramai Masyarakat Pedesaan Hingga Kota Gunakan Biogas dari Limbah Organik

Namun, Indonesia masih belum sepenuhnya memperhitungkan dampak dari emisi metana ini, sebagaimana terlihat dalam laporan dua tahunan yang disampaikan kepada Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Analis Senior Iklim dan Energi Indonesia dari Ember Climate, Dody Setiawan, mengungkapkan bahwa emisi gas metana dari tambang batubara di Indonesia ternyata mencapai 6 hingga 7 kali lebih besar dari perkiraan resmi.

Studi independen yang menggunakan data satelit dan dari tambang menunjukkan bahwa bahkan tingkat emisinya bisa mencapai 8 kali lipat lebih besar.

Dody juga menyoroti bahwa Indonesia telah bergabung dalam Perjanjian Metana Global yang bertujuan untuk mengurangi emisi metana secara global sebanyak 30% pada tahun 2030. Perbedaan estimasi yang signifikan ini berpotensi menghambat upaya pencapaian tujuan tersebut.

Baca Juga: Upaya negara-negara maju mendapat kesepakatan penggunaan energi bersih di COP26

Lebih lanjut, Dody menyampaikan bahwa penggunaan metode estimasi yang sudah ketinggalan zaman dapat mengaburkan besarnya masalah emisi metana dari tambang batubara di Indonesia.

Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya untuk mengakui masalah ini secara terbuka dan memperbarui metode estimasi dalam laporan transparansi kepada UNFCCC.

Menurut laporan dari Ember Climate, estimasi emisi gas metana dari tambang batubara terbuka akan meningkat hingga 4 kali lipat jika menggunakan faktor emisi yang lebih akurat, sesuai rekomendasi IPCC.

Selain itu, laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa emisi dari aktivitas tambang bawah tanah yang dilakukan oleh 15 perusahaan tambang batubara juga belum dipertimbangkan secara memadai dalam laporan iklim Indonesia terkini.

Baca Juga: Perang Rusia-Ukraina: Antara Kejutan Risiko dan Urgensi Percepatan Energi Terbarukan

Dengan laju peningkatan emisi gas metana dari tambang batubara terbuka mencapai 12% setiap tahunnya sejak tahun 2000, tambahan emisi dari tambang bawah tanah akan semakin memperbesar total emisi tersebut.

Sebagai contoh, proyek tambang batubara bawah tanah oleh Qinfa akan menambah sekitar 332 kiloton metana ke dalam atmosfer. Dengan memperhitungkan angka resmi yang dilaporkan pada tahun 2019 sebesar 128 kiloton metana, total emisi metana akan meningkat sebanyak tiga kali lipat.

Saat dikonversi ke dalam ekuivalen karbon dioksida, gabungan emisi gas metana dari tambang batubara terbuka dan bawah tanah ini akan melampaui seluruh emisi dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sepanjang tahun 2022.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×