Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Dua anak perusahaan PT Energi Nusantara Merah Putih, yakni PT Pasifik Agra Energy dan PT Power Merah Putih, akan membangun pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) dan LNG Terminal Receiver di Kawasan Industri Bantaeng Sulawesi Selatan. Total nilai investasi kedua proyek tersebut mencapai sekitar US$ 980 juta.
Komposisi pemenuhan investasi yakni 70% pinjaman dan 30% kas internal. Saat ini, Energi Nusantara tengah mencar pinjaman dari sindikasi perbankan. Perusahaan itu menargetkan, proses financial close atawa penyelesaian sumber pembiayaan bisa rampung akhir tahun ini atau awal tahun depan.
Jika pemenuhan kebutuhan pendanaan tuntas, Energi Nusantara bisa segera memasuki tahap konstruksi. Proses konstruksi akan memakan waktu sekitar 36 bulan. Adapun Jumat (24/2) pekan lalu, mereka sudah meneken nota kesepahaman dengan Sinland Development Pte Ltd, anak perusahaan konstruksi China Machinery Engineering Corporation (CMEC).
Proyek energi Energi Nusantara menempati area seluas 25 hektare (ha)-40 ha. Perusahaan itu siap membikin PLTGU berkapasitas 600 megawatt (MW) dan LNG Terminal Receiver berkapasitas 120.000 kiloliter (kl) sampai dengan 150.000 kl.
Selain pendanaan, Energi Nusantara masih harus menyelesaikan dua hal lain. Pertama, izin pembangunan. Dalam hal ini mereka yakin, tak akan rumit mendapatkan perizinan karena kebutuhan energi di Kawasan Industri Bantaeng sangat besar. Banyaknya investasi industri fasilitas pemurnian dan pengolahan mineral mentah (smelter) nikel di sana meningkatkan kebutuhan listrik.
Energi Nusantara berharap kerjasama dengan CMEC tadi, juga bisa memberikan efek domino bagi bisnis listriknya ke depan. Maklum, masa investasi perusahaan itu antara 20 tahun-30 tahun. "Kerjasama dengan CMEC ini dapat menghubungkan smelter-smelter dengan buyer nikel maupun steel manufacturer dari Tiongkok," ujar Westana H. Wiraatmaja, Presiden Direktur PT Energi Nusantara Merah Putih, Jumat (24/2).
Kedua, pemenuhan pasokan gas untuk PLTGU. Energi Nusantara masih menunggu keputusan pemerintah mengenai sumber pasokan gas; bisa dari impor atau harus berasal dari dalam negeri. Perusahaan itu membutuhkan pasokan 600.000 ton-650.000 ton gas per tahun.
Pemenuhan pasokan gas menjadi bagian yang tak kalah penting dengan tahap financial close, power purchase agreement (PPA) serta engineering, procurement, construction (EPC) dan mencari pemberi pinjaman. Sejauh ini, Energi Nusantara belum meneken kontrak. "Kalau investasi proyek US$ 1 miliar itu besar, harga bahan bakar 10 tahun saja bisa US$ 10 miliar jadi butuh negosiasi yang alot," terang Westana.
Menurut penghitungan Energi Nusantara terhadap harga gas dan keekonomian saat ini, harga jual listrik bisa di bawah US$ 0,10 atau sekitar US$ 0,098. Namun hitungan tersebut bisa jadi berubah, apabila harga gas LNG kemudian naik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News