kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

ESDM: Aturan pemanfaatan tanah jarang tak ada IUPK dan wajib diolah dalam negeri


Kamis, 13 Agustus 2020 / 16:56 WIB
ESDM: Aturan pemanfaatan tanah jarang tak ada IUPK dan wajib diolah dalam negeri
ILUSTRASI. Tambang yang mengandung logam tanah jarang


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

Menurut Saleh Abdurrahman, Pelaksana Tugas Badan Geologi Kementerian ESDM saat itu, penelitian dan usaha pengembangan LTJ di Indonesia sebagai komoditas prioritas tinggi yang bisa diusahakan, baru marak dilakukan dalam lima tahun terakhir. Langkah itu termasuk juga penyusunan peta penyebaran LTJ dan investarisasi potensi keberadaannya secara kuantitas.

"Badan Geologi sendiri selama ini secara rutin (melakukan pengkajian). Umumnya sebatas prospektif untuk mencari indikasi atau sumber daya hipotetis," kata Saleh kepada Kontan.co.id, Minggu (19/7).

Kata dia, Badan Geologi sudah melakukan eksplorasi di sejumlah daerah. Kegiatan eksplorasi tersebut dikerjakan dalam beberapa tahun terakhir di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Berdasarkan data yang terhimpun hingga tahun 2019, tergambar sumber daya hipotetik di sejumlah pulau tersebut.

Baca Juga: PLN Enjiniring dan ThorCon kerjasama, pembangunan prototipe PLTT segera dimulai

Saleh membeberkan, sumber daya hipotetik di Sumatera sekitar 23 juta ton dengan tipe endapan LTJ Laterit, beserta 5 juta ton LTJ dengan tipe tailings. Sedangkan di Kalimantan, sumber daya hipotetik LTJ sekitar 7 juta ton dengan tipe tailings dan di Sulawesi sekitar 1,5 juta ton dengan tipe laterit.

"Sumber daya tersebut masih bersifat hipotetik dan tereka, jadi perlu eksplorasi lanjut," sebut Saleh.

Dia tak menampik, kerangka regulasi dari sisi pengembangan dan pemanfaatan memang diperlukan. Mulai dari regulasi di bawah Kementerian ESDM hingga pengolahan hilir di sektor perindustrian.

"Saya kira regulasinya ikut hilirisasi, artinya harus diproses di dalam negeri untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi seperti diatur di UU Minerba," kata Saleh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×