kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,31   7,91   0.88%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

ESDM: Aturan pemanfaatan tanah jarang tak ada IUPK dan wajib diolah dalam negeri


Kamis, 13 Agustus 2020 / 16:56 WIB
ESDM: Aturan pemanfaatan tanah jarang tak ada IUPK dan wajib diolah dalam negeri
ILUSTRASI. Tambang yang mengandung logam tanah jarang


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah menyusun regulasi terkait pengolahan dan pemanfaatan Logam Tanah Jarang (LTJ) alias rare earth element (REE). Aturan tersebut disusun melalui pembahasan di lintas kementerian dan lembaga.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengungkapkan, rencananya, aturan terkait LTJ akan berbentuk Peraturan Pemerintah (PP). Penyusunan regulasi ini juga melibatkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) karena selain dikategorikan sebagai mineral ikutan, LTJ juga mengandung unsur radio aktif.

Sementara itu, Kementerian ESDM mengatur dari sisi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Kementerian Perindustrian dari sisi pemanfaatan LTJ. "Nanti diatur dalam bentuk PP, tapi itu kan sedang dilakukan harmonisasi, dengan BATAN juga. Nanti pemanfaatannya di Perindustrian," kata Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (13/8).

Baca Juga: Pembangunan Pabrik Logam Tanah Jarang Terkendala Mesin dari China

Dia memang belum menggambarkan dengan detail isi dari regulasi tersebut. Yang jelas, sebagai kategori mineral ikutan, ESDM tidak akan memberikan IUP khusus tanah jarang. Melainkan bisa diusahakan mengikuti komoditas mineral atau batuan.

"Untuk konsep pengaturan yang ada saat ini untuk LTJ masih sebagai mineral ikutan, tidak ada IUP khusus untuk LTJ. Sebagai mineral ikutan, nanti tidak diatur tersendiri, nggak ada IUP-nya, yang ada IUP logam atau batuan," ujar dia. 

Yunus memberikan gambaran, misalkan LTJ itu ada dalam bentuk monasit yang mengikuti timah. Maka pengolahan LTJ monasit itu mengikuti IUP timah. "Nanti kerjasama si pemegang IUP itu dengan BATAN, gitu lah intinya. Jadi kita hanya mengatur IUP, selebihnya kalau itu rare earth menjadi radio aktif, itu langsung ke BATAN," jelas dia. 

Yunus pun menyebut, masih belum ada rencana atau pun pembahasan terkait lembaga khusus yang nantinya akan mengembangkan LTJ. Namun, penugasan kepada BUMN masih dimungkinkan untuk mengumpulkan LTJ jenis tertentu.

"Misalkan nanti PT Timah mengumpulkan monasit saja, mungkin ada penugasan kepada BUMN. Tapi nanti diatur di calon PP," kata Yunus.

Baca Juga: MIND ID bakal olah red mud dalam pengembangan logam tanah jarang

Yang pasti, pemerintah ingin mengatur agar pengolahan dan pemanfaatan LTJ dilakukan di dalam negeri. "Ya, harus diolah di dalam negeri lah," tegas Yunus.

Dia mengklaim, pemerintah terus berupaya memberikan ekosistem dalam pengembangan LTJ. Dari sisi hulu, sambung Yunus, pihaknya sudah mewajibkan mineral ikutan LTJ untuk diolah di dalam negeri sampai dengan intermediate product seperti monazit menjadi REOH (Rare Earth Hidroxide) dan REO (Rare Earth Oksida).  "Sebagai bahan baku untuk proses selanjutnya di industri yang lebih hilir," sebut Yunus.

Merujuk pada catatan Kontan.co.id, saat ini paling tidak ada tiga sumber potensi LTJ yang telah diidentifikasi. Pertama, dari pertambangan timah yang menghasilkan monasit (La, Ce, Nd, dll.). Kedua, dari tambang bauksit yang menghasilkan Yttrium (Y). Ketiga, dari nikel yang masih dalam kajian memiliki potensi Scandium (Sc).

Menurut Saleh Abdurrahman, Pelaksana Tugas Badan Geologi Kementerian ESDM saat itu, penelitian dan usaha pengembangan LTJ di Indonesia sebagai komoditas prioritas tinggi yang bisa diusahakan, baru marak dilakukan dalam lima tahun terakhir. Langkah itu termasuk juga penyusunan peta penyebaran LTJ dan investarisasi potensi keberadaannya secara kuantitas.

"Badan Geologi sendiri selama ini secara rutin (melakukan pengkajian). Umumnya sebatas prospektif untuk mencari indikasi atau sumber daya hipotetis," kata Saleh kepada Kontan.co.id, Minggu (19/7).

Kata dia, Badan Geologi sudah melakukan eksplorasi di sejumlah daerah. Kegiatan eksplorasi tersebut dikerjakan dalam beberapa tahun terakhir di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Berdasarkan data yang terhimpun hingga tahun 2019, tergambar sumber daya hipotetik di sejumlah pulau tersebut.

Baca Juga: PLN Enjiniring dan ThorCon kerjasama, pembangunan prototipe PLTT segera dimulai

Saleh membeberkan, sumber daya hipotetik di Sumatera sekitar 23 juta ton dengan tipe endapan LTJ Laterit, beserta 5 juta ton LTJ dengan tipe tailings. Sedangkan di Kalimantan, sumber daya hipotetik LTJ sekitar 7 juta ton dengan tipe tailings dan di Sulawesi sekitar 1,5 juta ton dengan tipe laterit.

"Sumber daya tersebut masih bersifat hipotetik dan tereka, jadi perlu eksplorasi lanjut," sebut Saleh.

Dia tak menampik, kerangka regulasi dari sisi pengembangan dan pemanfaatan memang diperlukan. Mulai dari regulasi di bawah Kementerian ESDM hingga pengolahan hilir di sektor perindustrian.

"Saya kira regulasinya ikut hilirisasi, artinya harus diproses di dalam negeri untuk menghasilkan nilai tambah yang tinggi seperti diatur di UU Minerba," kata Saleh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×