Reporter: Shintia Rahma Islamiati | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menunjukkan sebanyak 86,6% masyarakat kelas menengah mengunjungi mal atau pusat perbelanjaan tanpa melakukan transaksi pembelian, fenomena yang dikenal dengan istilah rombongan jarang beli (rojali).
Ketua Umum Himpunan Peritel & Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah menilai fenomena tersebut bukan hal baru.
Ia menyebut hanya sekitar 20% pengunjung mal yang datang dengan niat berbelanja, sementara sisanya memiliki tujuan lain.
“Tujuan orang datang ke mal untuk belanja memang hanya sekitar 20% ke bawah. Sisanya datang untuk makan, nongkrong, menonton bioskop, atau meeting. Ini hal yang wajar,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (28/10/2025).
Baca Juga: Hippindo: Rojali di JITEX 2025 Bukan Masalah, Asal Trafik Ramai
Budihardjo menambahkan, kemunculan platform e-commerce turut mengubah perilaku konsumen menjadi lebih selektif. Banyak masyarakat kini mendatangi mal hanya untuk melihat produk secara langsung dan membandingkan harga dengan toko daring, sebelum akhirnya bertransaksi secara online.
“Saat ini banyak orang datang ke mal hanya untuk membandingkan harga. Karena itu, banyak penjual offline yang juga membuka toko online,” katanya.
Memasuki kuartal IV-2025, Budihardjo melihat daya beli masyarakat mulai membaik setelah sempat melambat pada Agustus hingga September akibat aksi demonstrasi yang berdampak pada aktivitas ekonomi.
“Setelah demonstrasi pada akhir Agustus dan September membuat penjualan turun, pada Oktober ini sudah terlihat peningkatan. Seperti biasa, menjelang November dan puncaknya Desember, sektor ritel akan tumbuh karena momentum Natal dan Tahun Baru,” jelasnya.
Baca Juga: Ritel Hadapi ‘Rojali’ dan ‘Rohana’, APPBI Punya Strategi Dongkrak Transaksi
Meski demikian, ia mengkhawatirkan tren kalangan menengah yang kini cenderung berbelanja di luar negeri. Karena itu, Hippindo mengimbau masyarakat untuk berbelanja, makan, dan berwisata di dalam negeri agar perputaran uang tetap terjadi di dalam ekonomi domestik.
“Stimulus yang paling tepat untuk kelas menengah adalah penyediaan lapangan kerja serta kemudahan pajak dan perizinan. Jika ekosistem perdagangan dalam negeri mudah berusaha, banyak orang bekerja, konsumsi akan meningkat, dan investasi pun kembali ke dalam negeri. Itu yang akan menggerakkan ekonomi,” pungkas Budihardjo.
Selanjutnya: BPKN Ungkap Hasil Klarifikasi Polemik Sumber Air Aqua dari Sumur Bor
Menarik Dibaca: 4 Cara Menghilangkan Bau Apek pada Baju dengan Mudah, Pasti Efektif!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













