kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Freeport di balik penolakan daerah?


Kamis, 12 Februari 2015 / 10:46 WIB
Freeport di balik penolakan daerah?
ILUSTRASI. PPATK menganalisis adanya transaksi judi online dilakukan melalui layanan dompet digital (e-wallet).


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Penolakan DPR dan Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Papua soal proyek smelter milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur berbuntut panjang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang semula sudah mengizinkan Freeport membangun smelter di Gresik, mendesak Freeport harus membangun di Papua.

Atas dasar itulah, Kementerian ESDM akan merevisi aturan pelarangan ekspor yang berlaku hingga 2017. Sebab, sulit bagi Freeport bisa membangun dua smelter di dua lokasi berjauhan dalam waktu kurang dari tiga tahun.  Alhasil, kemungkinan Freeport bisa mengekspor konsentrat setelah tahun 2017, kendati belum memiliki smelter. 

Padahal, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1/2014 menyatakan, ekspor konsentrat hanya boleh sampai tahun 2017. Setelah itu, mineral yang boleh diekspor adalah mineral olahan.

Sumber KONTAN di Kementerian ESDM mengungkapkan, lambatnya perkembangan pembangunan smelter menunjukkan ketidakseriusan Freeport mematuhi UU Mineral dan Batubara. "Freeport dari awal memang tidak serius, dan sekarang mereka mendorong Pemprov Papua dengan tujuan untuk mengulur–ulur membangun smelter," kata dia, pada akhir pekan lalu.

Dia menyatakan, jika Freeport membangun smelter di Papua, prosesnya akan makin lama karena membutuhkan infrastruktur lain, pelabuhan, listrik, industri semen, dan industri pupuk. Skenario inilah yang kemudian menjadi bahan agar Freeport mengulur waktu membangun smelter.

Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM membenarkan, pembangunan smelter di Papua membutuhkan waktu lama. Dengan demikian perlu aturan baru mengenai ekspor konsentrat setelah tahun 2017.

Menteri ESDM Sudirman Said menyatakan, sejauh ini, pemerintah belum memutuskan kewajiban Freeport untuk membangun smelter di Papua. Ia hanya menyatakan,  pembangunan smelter di Gresik dan di Papua dapat dilakukan secara paralel.

Daisy Primayanti, Juru Bicara Freeport Indonesia menepis tuduhan bahwa Freeport di balik tuntutan Pemprov Papua. "Kami berniat dan komitmen untuk mematuhi peraturan. Di sisi lain, kami juga paham ada aspirasi dari daerah untuk membangun smelter di Papua," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×