Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - Masyarakat adat Kabupaten Mimika, Provinsi Papua mengapresiasi hasil perundingan divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk negara. Namun Perwakilan Dewan Adat Sentani (DAS) Hengki Monim, mengatakan pihaknya juga mempertanyakan kedaulatan hak adat untuk pengelolaan sumber daya alamnya.
“Kami ingin mendapatkan hak tersebut. Harapan kami ke depan kesepakatan didapat pemilik ulayat,” tegas Hengki, Senin (4/9).
Adapun saat ini, masyarakat adat tengah merumuskan usulan agar dalam perundingan tersebut diakomodasi. “Kami diskusi seperti itu (punya hak saham).Bagaimana pemilik hak ulayat punya bagian secara legal, karena ini pertama kali tidak hanya di Indonesia tapi di dunia,” tuturnya.
Menurutnya, perjuangan untuk pelebaran masyarakat adat sudah cukup lama yaitu sejak tahun 1996. Poin utamanya adalah pengakuan secara legal. Pasalnya, selama dua kali Kontrak Karya (KK) orang Papua merasa tidak dilibatkan.
Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa Menteri ESDM Ignasius Jonan akan koordinasi pelaksanaan corporate social responsibility (CSR) di Papua untuk melibatkan perwakilan masyarakat adat Papua.
“Kalau bicara ulayat gunung Amungme pantai komoro, 1% (dari total keuntungan PTFI) bentuknya CSR kami dikasih berupa satu lembaga berupa dana Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun untuk pengembangan kesehatan dan ekonomi. Namun pengelolaannya tidak optimal.
"Pak Menteri Jonan bilang harus dikelola secara akuntabel. Saat ini, dana CSR dikelola langsung perusahaan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News