Sumber: KONTAN | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Cuaca ekstrem yang melanda Indonesia tahun ini berdampak serius terhadap produksi garam secara nasional. Aliansi Asosiasi Petani garam Rakyat Indonesia (A2PGRI) memastikan, produksi garam tahun ini hanya akan mencapai 25.312 ton.
Jumlah ini hanya 2% dari total produksi tahun 2009 yang mencapai 1,2 juta ton. "Tahun ini benar-benar gagal", kata Faisal Baidowi, anggota Presidium A2PGRI kepada KONTAN, Senin (20/12).
Anjloknya produksi garam ini terjadi di sejumlah sentra produksi garam. Tak terkecuali di sentra produksi garam terbesar, seperti Madura dan Indramayu. Menurut Faisal, tahun ini, produksi garam di Madura hanya mencapai 11.000 ton. Jumlah itu hanya 2% dari total produksi tahun lalu yang sebesar 550.000 ton. Menurunnya produksi ini tentu berdampak terhadap pasokan garam nasional. Pasalnya, sebagai basis produksi garam, Madura rata-rata menyumbang 60% terhadap total pasokan garam nasional.
Kondisi serupa juga terjadi di Indramayu. Toto Sudiharto, Bendahara Koperasi Santing Sari Mandiri Indramayu bilang, tahun ini, koperasinya hanya menyerap 40 ton garam dari para petani.
Padahal, tahun lalu, koperasi itu menyerap hingga 1.200 ton garam. "Tahun ini benar-benar nihil", keluh Toto.
Alih profesi
Sejak Mei hingga Agustus 2010, petani memang selalu mengalami gagal panen karena terus-menerus didera hujan. Dalam kondisi ini, mereka tidak bisa melakukan pengeringan. Lantaran terus gagal panen, banyak petani garam kini beralih profesi menjadi petani ikan bandeng. Pilihan ini diambil sebagai jalan untuk menutupi kerugian akibat gagal panen garam.
Menurut Faisal, sepanjang tahun ini, para petani rata-rata menderita kerugian antara
Rp 5 juta-Rp 7 juta per hektare (ha). Mereka merugi karena harus menanggung biaya perbaikan lahan, perbaikan alat-alat produksi, serta proses kristalisasi garam.
"Menjadi petani bandeng merupakan pilihan bijak untuk menutup semua kerugian itu", ujar Faisal.
Di sisi lain, menurut Fasial, anjloknya produksi juga mendorong kenaikan impor garam. Bayangkan, produksi garam tahun ini hanya 25.312 ton. Sementara kebutuhan garam nasional 2,9 juta ton.
Perinciannya, 1,69 juta ton untuk industri chlor alkali plant (CAP), dan 1,21 juta ton garam non CAP yang meliputi garam konsumsi, farmasi, perminyakan dan pertekstilan. Selama ini, kebutuhan garam CAP berasal dari impor. "Praktis gagal panen ini tidak menimbulkan masalah untuk garam CAP," ujar Faisal.
Tapi, tidak demikian dengan garam non-CAP yang sebagian besar berasal dari dalam negeri. Tahun lalu, misalnya, kebutuhan garam non-CAP 1,2 juta ton. Sekitar 966.000 ton dari kebutuhan itu dipenuhi dari dalam negeri.
Dengan kondisi gagal panen garam seperti tahun ini, otomatis, pemerintah harus menggalakkan impor garam. "Tapi, saya optimistis produksi garam tahun depan tidak seburuk tahun ini," kata Tony Tanduk, Direktur Industri Kimia Hilir Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News