kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.894.000   -2.000   -0,11%
  • USD/IDR 16.208   -7,00   -0,04%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

Gangguan Pasokan Gas Cermin Lemahnya Tata Kelola dan Infrastruktur Energi


Senin, 18 Agustus 2025 / 19:46 WIB
Gangguan Pasokan Gas Cermin Lemahnya Tata Kelola dan Infrastruktur Energi
ILUSTRASI. ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/aww. Pasokan gas nasional sempat mengalami gangguan akibat kebakaran pipa di Subang serta kegiatan perawatan (maintenance) di fasilitas Medco.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasokan gas nasional sempat mengalami gangguan akibat kebakaran pipa di Subang serta kegiatan perawatan (maintenance) di fasilitas Medco.

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Djoko Siswanto memastikan pasokan kini sudah kembali normal sejak 15 Agustus 2025.

“Jadi, beberapa waktu lalu terjadi kebakaran di Subang sehingga ada gas yang harus dihentikan. Nah ketika dihentikan sementara itu maka konsumen dapat gas dari sisa gas yang ada di dalam pipa. Yang kedua, itu juga ada maintenance di Medco sehingga tidak ada gas yang masuk ke pipa. Konsumen hanya mendapat gas yang tersisa dalam pipa,” kata Djoko di Kementerian ESDM, Minggu (17/8).

Untuk mengatasi kondisi tersebut, SKK Migas melakukan sejumlah langkah, mulai dari bypass pasokan gas dari Subang, menambah pasokan dari Medco, hingga memanfaatkan LNG dari FSRU Lampung. Suplai gas dilakukan secara bertahap agar tekanan kembali normal.

Baca Juga: Kiriman LPG dari Amerika, Bakal Kerek Anggaran Subsidi LPG 3 Kg pada Tahun 2026

Senada, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) didukung oleh Kementerian ESDM, SKK Migas, PT Pertamina (Persero) dan pemangku kepentingan terkait lainnya secara intensif telah mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk menjaga keandalan dan stabilisasi pasokan gas bagi pelanggan di wilayah Jawa Barat dan sebagian Sumatera.

Saat ini tekanan gas di dalam infrastruktur pipa secara berangsur stabil dengan diperolehnya tambahan gas untuk mengisi stock gas dalam jaringan pipa. Kepastian tambahan pasokan gas lainnya juga telah dikonfirmasi dan akan dimanfaatkan untuk meningkatkan keandalan operasional dalam rangka menjaga kestabilan pasokan gas kepada pelanggan.

“Hal ini merupakan bentuk sinergi PGN dengan berbagai pemangku kepentingan dalam mengupayakan stabilisasi dan penguatan pasokan gas, untuk memastikan keberlangsungan layanan kepada pelanggan,” ujar Corporate Secretary PGN, Fajriyah Usman dalam keterangan tertulis, Minggu (17/8).

Fajriyah menambahkan, PGN selalu mengupayakan ketersediaan pasokan gas bumi demi mendukung kelangsungan operasional seluruh pelanggan, khususnya sektor industri, yang memiliki multiplier effect terhadap perekonomian nasional.  Sejalan dengan upaya menjaga kestabilan pasokan, PGN tetap mengingatkan pentingnya pengendalian pemakaian gas oleh pelanggan.

Di sisi lain, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengungkapkan, saat ini pihaknya tengah menggalang informasi terkait anjloknya pasokan gas bumi untuk memastikan distribusi gas pipa kembali normal.

Menurut Yustinus, gas yang saat ini mengalir masih tersendat-tersendat, bahkan mengurangi produksi. Bila memungkinkan, maka industri menggunakan energi fosil lainnya, tetapi ini sangat dihindari karena akan mengganggu operasional standar, serta lebih besar emisi karbon nya.

"Industri minta intervensi Pemerintah untuk volume dan tekanan gas pasokan kembali normal, hilangkan kuota dari PGN, yang hanya 48% dari alokasi Kepmen ESDM, utk 13 - 31 Agustus," kata Yustinus kepada Kontan, Senin (18/8).

Sementara itu, Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menilai pasokan gas di dalam negeri masih sangat rentan terhadap gangguan. Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal mengatakan, insiden kecil seperti kebakaran fasilitas di Subang atau kegiatan perawatan (maintenance) di blok Medco sudah bisa memicu terganggunya distribusi gas secara luas.

Baca Juga: Subsidi LPG 3 Kg 2026 Dinilai Bakal Diperketat, Berbasis NIK dan DTSEN

“Kalau supply chain-nya kuat, insiden itu bisa ditanggulangi dan ada penggantinya. Tapi kondisi sekarang berbeda, sedikit saja masalah langsung berdampak secara nasional atau regional,” ujar Moshe kepada Kontan, Senin (18/8).

Padahal, kata Moshe, potensi gas bumi Indonesia cukup besar. Dalam sepuluh tahun terakhir, sebagian besar penemuan migas baru justru didominasi gas. Namun, lemahnya infrastruktur dan sistem distribusi membuat potensi tersebut belum optimal dimanfaatkan.

“Infrastruktur gas kita sangat telat dibangun. Contohnya pipa transmisi Kalimantan–Jawa (Kalija) yang sangat dibutuhkan saja butuh waktu 18 tahun untuk terbangun. Akhirnya pun diambil alih pemerintah karena keekonomiannya tipis,” jelas Moshe.

Menurut dia, mengandalkan investor swasta untuk pembangunan infrastruktur gas tidak cukup, sebab proyek tersebut memiliki margin keuntungan yang kecil. Oleh karena itu, pemerintah perlu turun langsung memperkuat rantai pasok, baik dari sisi produksi maupun infrastruktur penyaluran.

“Ini sangat penting bagi industri kita untuk mendapatkan energi dengan harga yang terjangkau. Pemerintah harus segera bergerak memperkuat supply chain gas nasional,” tegasnya.

Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, untuk mencegah kelangkaan pasokan gas industri, diperlukan pembenahan tata kelola gas nasional melalui penunjukan agregator gas.

Agregator ini berfungsi layaknya Pertamina di sektor BBM–LPG, dengan kewenangan pengadaan, distribusi, serta penyediaan stok cadangan gas, baik dari sumber domestik maupun impor.

"Mengingat lebih dari 90% infrastruktur gas nasional dikuasai Pertamina Group melalui PGN, maka penugasan BUMN tersebut sebagai agregator gas dinilai paling logis dan mendesak untuk segera ditetapkan melalui regulasi pemerintah," kata Pri Agung kepada Kontan, Senin (18/8).

Dalam kondisi darurat, impor LNG bisa menjadi solusi sementara hingga produksi dan infrastruktur domestik mencukupi. Data menunjukkan harga LNG impor dari Amerika Serikat, Qatar, Malaysia, dan Rusia relatif kompetitif dibandingkan harga LNG domestik.

Bahkan, harga LNG Amerika Serikat yang rata-rata 9,82–12,48 USD per MMBTU sampai ke pasar Asia lebih murah dibanding LNG domestik yang berada di kisaran 12,51 USD per MMBTU pada periode yang sama.

"Dengan demikian, impor LNG dapat membantu menjamin ketersediaan pasokan sekaligus menekan biaya energi industri di Indonesia," tandasnya.

Adapun, Praktisi Migas Hadi Ismoyo mengungkapkan, pasokan gas nasional dinilai masih tersendat karena keterlambatan pemerintah membangun jaringan pipa gas terpadu yang seharusnya dirancang berdasarkan studi neraca gas yang solid.

Padahal, desain Pipa Trans Gas Java sudah disusun sejak 1987 oleh Lembaga Penelitian Energi ITB, lengkap dengan proyeksi cadangan gas di Pulau Jawa.

Rencana besar ini mencakup jaringan pipa dari Gresik–Semarang–Cirebon yang terkoneksi dengan FSRU di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, serta distribusi ke kawasan industri, pusat bisnis, hingga sektor horeka. Jika terwujud, Indonesia akan memiliki sistem jaringan pipa gas yang kokoh dan andal. Namun, hingga kini pembangunan baru mencapai jalur Gresik–Semarang dan Semarang–Batang, sementara Batang–Cirebon masih dalam proses.

"Sebagai solusi jangka pendek, pasokan bisa diamankan dengan merelokasi kargo LNG ekspor untuk kebutuhan domestik melalui FSRU Nusantara Gas," kata Hadi kepada Kontan, Senin (18/8).

Dalam jangka menengah, percepatan proyek pipa Cisem II menjadi kunci, sedangkan jangka panjang pemerintah perlu membangun jaringan pipa terintegrasi berikut tiga FSRU di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang didedikasikan khusus untuk industri.

Dari sisi sumber gas, alokasi LNG domestik harus dimaksimalkan, namun jika masih kurang maka impor LNG dari berbagai negara dengan harga kompetitif menjadi pilihan strategis. 

Baca Juga: Konsumsi LPG 3 Kg Diprediksi Naik 5%, Anggaran Subsidi Rp 80,3 Triliun Bakal Bengkak

Selanjutnya: Zelenskiy Tuding Serangan Rusia Upaya Ganggu Perundingan dengan Trump

Menarik Dibaca: Simak Manfaat Spirulina untuk Tumbuh Kembang Anak

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mengelola Tim Penjualan Multigenerasi (Boomers to Gen Z) Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×