Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan tarif yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump secara langsung berdampak pada kinerja ekspor komoditas sawit di dalam negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono mengatakan tarif impor sebesar 32% yang dikenakan terhadap komoditas dari Indonesia telah melemahkan daya saing ekspor sawit ke Amerika Serikat.
"Tarif ini menjadi hambatan besar bagi kami untuk menjaga posisi di pasar Amerika,” kata Eddy dalam acara diskusi di Shangri-La Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (10/6).
Baca Juga: Cegah Kebakaran Hutan di Sumatra Selatan, Kementerian Lingkungan Hidup Gandeng Gapki
Menurut Eddy, hal ini memperparah masalah yang telah dihadapi industri sawit di tanah air. Apalagi sejak lima tahun terakhir produksi minyak sawit telah mengalami stagnasi.
GAPKI mencatat sepanjang 2020 hingga 2024, pertumbuhan produksi minyak sawit hanya mencapai rata-rata 0,42% per tahun.
Kemudian pada saat yang sama, konsumsi domestik alami lonjakan mencapai 7,4% didorong oleh pertumbuhan sektor pangan yang mencapai 3,1%, oleokimia 18% yang sangat tinggi selama covid-19 dan program biodiesel 14,8%.
"Permintaan minyak sawit di dalam negeri diproyeksikan sebesar 26,1 juta ton pada tahun 2025. Hal ini akan semakin membatasi volume ekspor," tambahnya.
Tidak hanya itu, ekspor ke Eropa juga diprediksi akan terhambat dengan lahirnya Pengaturan Uni Eropa (UE) mengenai produk bebas deforestasi atau The European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).
Baca Juga: Uni Eropa Tetapkan Anti-Deforestasi Baru,GAPKI: Peluang Indonesia Ekspor Kelapa Sawit
Dia bilang dalam regulasi ini, komoditas sawit menjadi salah satu produk yang dianggap menyebabkan deforestasi. Sehingga perlu sertifikasi ketat yang membuktikan produk sawit dari Indonesia bebas dari deforestasi.
Kebijakan ini, nantinya bukan hanya berdampak pada pengusaha sekala besar, namun juga petani kecil di Indonesia.
"Kami secara aktif terlibat dengan Uni Eropa dan mengembangkan sistem nasional untuk memastikan kepatuhan, tetapi gangguan akses pasar tetap menjadi perhatian," ungkapnya.
Lebih jauh lagi, ketidakstabilan geopolitik juga menjadi tantangan tersendiri dalam kegiatan ekspor minyak sawit.
Baca Juga: Gapki Sebut Kenaikan Tarif Pungutan Ekspor Sawit Berpotensi Tekan Harga TBS Petani
Situasi India-Pakistan yang memanas secara langsung mengganggu kegiatan perdagangan dan berdampak pada kegiatan rantai pasok ke India yang menjadi salah satu importir utama sawit dari Indonesia.
Selanjutnya, tarif perang dagang antara AS dan Tiongkok juga menciptakan ketidakpastian yang dapat mempengaruhi harga komoditas secara global.
"Terakhir, konflik Timur Tengah yang terus-menerus menaikkan harga minyak dan mengganggu jalur pelayaran penting, yang secara langsung meningkatkan biaya transportasi dan energi untuk industri kita," tutup Eddy.
Selanjutnya: James Riady Bos Lippo Group Dipanggil Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, Ada Apa?
Menarik Dibaca: Tiga Tahun ZEP, Siswa Didorong Bangun Bisnis Berbasis Keberlanjutan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News