Reporter: Dimas Andi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beban para pelaku usaha, termasuk emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI), berpotensi meningkat. Hal ini seiring adanya rencana penerapan kewajiban audit legal yang menyasar pelaku usaha.
Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) sedang merumuskan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres) tentang Kepatuhan Hukum. RPerpres ini bukan aturan turun dari undang-undang manapun karena sifatnya atribusi dalam rangka melaksanakan kewenangan Presiden RI terkait pembinaan hukum. Salah satu upaya pembinaan hukum ini adalah memastikan adanya kepatuhan hukum melalui mekanisme audit legal.
Presiden Asosiasi Auditor Hukum Indonesia (Asahi) Harvardy M. Iqbal mengatakan, pihaknya telah melakukan focus group discussion (FGD) beberapa kali dengan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham dan kementerian lain untuk membahas RPerpres tersebut.
Tujuan kewajiban audit legal adalah meningkatkan kepatuhan hukum para pelaku usaha dalam menjalankan aktivitas bisnis sesuai bidangnya. Hasil audit legal dapat menjadi pegangan bagi pelaku usaha dalam mempertanggungjawabkan setiap keputusan dan kegiatan yang dilakukan kepada publik dan aparat penegak hukum.
"Jika tingkat kepatuhan hukum tinggi, seharusnya ini juga dapat meningkatkan valuasi bisnis dari pelaku usaha tersebut, terutama untuk kebutuhan investor," ujar Harvardy, Senin (28/8).
Baca Juga: Tantangan Transisi Energi dan Kesenjangan Kurikulum Pendidikan
Asahi berharap Perpres Kepatuhan Hukum dapat segera berlaku ketika pemerintahan baru dimulai. Asosiasi ini mengusulkan kewajiban audit legal tahap awal ditujukan untuk perusahaan-perusahaan yang punya kewajiban audit laporan keuangan, seperti emiten dan bidang usaha terkait dengan pengerahan dana masyarakat yang meliputi BUMN, BUMD, Perum, hingga Perusahaan Asing (PMA).
"Informasi yang diterima, audit hukum wajib dilakukan perusahaan setiap satu tahun sekali," kata Harvardy.
Lebih lanjut, Asahi juga mengusulkan adanya standardisasi biaya audit legal yang disesuaikan dengan kemampuan pelaku usaha. Pemerintah juga diusulkan tidak langsung menerapkan sanksi kepada pelaku usaha yang tidak memenuhi kewajiban audit legal, melainkan memberi reward kepada pelaku usaha yang telah memenuhi kewajiban tersebut, terutama bagi mereka yang mendapat skor kepatuhan hukum tinggi.
"Sejauh ini untuk besaran biaya audit dikembalikan kepada kesepakatan antara klien dengan auditor hukumnya," ungkap dia.
Adanya rencana pemberlakuan kewajiban audit legal tentu berisiko menambah beban tiap pelaku usaha. Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga memberlakukan audit keberlanjutan kepada para pelaku usaha. Belum lagi, pengusaha juga mesti mengurus berbagai jenis audit lainnya seperti audit energi dan audit kantor akuntan.
Baca Juga: Data ASN Diduga Bocor, ELSAM: Kepatuhan Institusi Pemerintah Terhadap UU PDP Minim
Ketua Komite Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia Siddi Widyaprathama mengaku, kewajiban audit legal berpotensi menambah beban administratif usaha. Hanya saja, Apindo belum bisa berkomentar besaran biaya audit legal yang kemungkinan mesti ditanggung pelaku usaha. "Kami tidak memiliki estimasi terkait ini," kata dia, Selasa (27/8).
Senada, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Perusahaan Pendingin Refrigerasi Andy Arif Widjaja mengatakan, pengusaha pendingin refrigerasi memiliki tanggungan beban administrasi seperti audit laporan keuangan dan audit Standar Nasional Indonesia (SNI) setiap tahun.
Pengusaha di sektor ini juga masih harus mengurus audit bea cukai terkait pemeriksaan legalitas impor yang membutuhkan cukup banyak dokumen.
"Kami menilai saat ini industri masih dalam kondisi pemulihan, sehingga adanya kewajiban baru ini dapat menambah tantangan dan pengeluaran," pungkas dia, Minggu (25/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News