Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maskapai penerbangan pelat merah, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk buka suara soal kondisi keuangan yang mengecewakan. Menurut pihak Garuda, kondisi itu merupakan imbas dari pandemi virus corona (Covid-19).
Utang Garuda Indonesia sudah menggunung. Pinjaman Garuda per 1 Juli lalu sudah mencapai US$ 2,2 miliar atau Rp 31,9 triliun. Rinciannya, US$ 905 juta berasal dari utang jangka pendek, dan sisanya sebesar US$ 645 juta dikontribusi dari utang tenor jangka panjang.
Untuk membayar utang yang akan jatuh tempo, Garuda membutuhkan dana segar karena arus kas (cash flow) yang tersisa di perusahaan hanya US$ 14,5 juta atau Rp 210 miliar. Selain gaji karyawan serta pembayaran cicilan pinjaman pokok dan bunga, beban lain yang cukup memberatkan arus kas Garuda Indonesia yakni biaya sewa pesawat kepada perusahaan leasing pesawat (lessor).
Baca Juga: Kinerja dan harga saham Garuda Indonesia (GIAA) tertekan corona, beli atau hindari?
Direktur Utama Garuda Indonesua Irfan Setiaputra mengatakan, total biaya sewa yang disetorkan perseroan kepada lessor setiap bulannya berkisar US$ 70 juta atau Rp 1,02 triliun (kurs Rp 14.573).
Dilansir dari Antara, Garuda Indonesia saat ini tengah melakukan negosiasi dengan perusahaan-perusahaan lessor untuk melakukan restrukturisasi pembayaran sewa lantaran adanya Covid-19 di mana industri penerbangan saat ini tengah babak belur. Irfan mengaku sampai mengancam perusahaan leasing pesawat jika tak kunjung menyetujui restrukturisasi sewa pesawat di tengah pandemi Covid-19 ini.
Baca Juga: Sudah ada 400 karyawan Garuda Indonesia yang memilih pensiun dini
“Diskusi kita dengan lessor hampir 3 bulan, kita diskusi apapun sampai kita mengancam lah istilahnya. Kalau lo enggak mau ngikutin gue, ambil aja lah itu pesawatnya,” kata Irfan.