kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gempa Palu pengaruhi produksi kakao


Rabu, 03 Oktober 2018 / 20:30 WIB
Gempa Palu pengaruhi produksi kakao
ILUSTRASI. Sentra Perkebunan Kakao di Sulawesi


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gempa 7,7 skala richter yang melanda Palu dan Donggala di Sulawesi Tengah berpotensi menurunkan produksi biji kakao nasional. Pasalnya, Sulawesi Tengah tercatat berkontribusi besar pada produksi kakao Indonesia.

Ketua Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah menjelaskan kabupaten yang terkena dampak gempa merupakan sentra produksi kakao, yakni kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala.

Adapun keseluruhan pulau Sulawesi berkontribusi pada 65% produksi kakao nasional, sehingga bila sentra utama terdampak, bisa menurunkan angka produksi.

"Produksi menurun karena tidak dipanen dan fasilitas pengolahan rusak parah, konsumsi lokal juga akan menurun," kata Soetanto kepada Kontan.co.id, Selasa (2/10).

Memang wajar, bencana gempa ini tentunya akan mendorong upaya pemulihan masyarakat dan lingkungan terlebih dahulu sehingga kegiatan usaha dan kebun akan terhenti untuk sementara.

Tapi untungnya industri tidak akan langsung terdampak karena masih memiliki ketersediaan biji kakao.

Menurut Soetanto, uiasanya industri sudah memiliki stok bahan baku minimal hingga tiga bulan mendatang, maka dalam jangka pendek potensi penurunan kapasitas industri maupun kenaikan permintaan impor masih belum bisa terlihat.

Apalagi dampak gempa belum terdata sepenuhnya sehingga potensi penurunan pada sektor hulu kebun masih belum tercatat.

Di sisi lain, kapasitas industri kakao memang tidak terlalu besar. Ketua Umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia Piter Jasman menjelaskan realisasi industri kakao masih jauh dari potensi sesungguhnya.

"Kapasitas terpasang saat ini sebesar 800,000 ton, namun yang terpakai hanya 465.000 ton atau 58% utilisasinya," jelasnya.

Hal ini dikarenakan pengadaan bahan baku yang terbatas, produksi biji kakao nasional umumnya mencapai 260.000 ton, maka untuk menutupi sisa kebutuhan tersebut menggunakan impor yang tahun lalu mencapai 260.000 ton juga.

Piter melihat tahun ini kapasitas industri akan meningkat sekitar 10% dari tahun lalu, namun kebutuhan bahan bakunya sebagian besar tetap dari impor.

Asal tahu mengutip informasi dari Outlook 2017 Komoditas Pertanian Sub Sektor Perkebunan Kakao yang diterbitkan Kementerian Pertanian, disebutkan bahwa Sulawesi Tengah sebagai provinsi dengan kontribusi produksi kakao terbesar di Indonesia.

Sentra produksi kakao di Indonesia terdiri dari tujuh provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Lampung dan Aceh.

Ketujuh provinsi tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 80,05%. Sulawesi Tengah menempati urutan pertama dengan kontribusi sebesar 19,37%.

Peringkat kedua ditempati oleh Sulawesi Tenggara dengan kontribusi sebesar 16,29%, diikuti oleh Sulawesi Selatan dengan kontribusi sebesar 16,28%, sedangkan empat provinsi lainnya berkontribusi di bawah 10% yaitu Sulawesi Barat, Sumatera Barat, Lampung dan Aceh dengan kontribusi masing-masing 9,78%, 8,85%, 4,98% dan 4,50%.

Lebih rinci lagi, pada tahun 2015, Kementan mencatat produksi kakao terbesar berasal dari Kabupaten Paringi Mountong dengan produksi sebesar 31.260 ton atau 33,57% dari total produksi kakao Provinsi Sulawesi Tengah.

Kabupaten penghasil kakao terbesar lainnya di Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Poso dengan produksi sebesar 13.160 ton (16,56%), diikuti oleh Donggala dengan produksi 13.070 ton (10,81%), Sigi Biromaru dengan produksi sebesar 11.790 ton (9,58%) dan Banggai dengan produksi 8.750 ton (9,57%).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×