Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Berbagai cara dilakukan produsen obat herbal dan jamu untuk menggenjot kinerjanya. Misalnya, PT Sido Muncul yang mengerek harga jual produk obat herbal Tolak Angin sejak Oktober 2016.
Tiur Simamora, Corporate Secretary, PT Sido Muncul Tbk mengatakan, harga jual produk Tolak Angin sudah naik sebesar 8% menjadi Rp 2.700 per sachet. Kenaikan harga tersebut karena momentum tahunan yang sudah dipersiapkan manajemen Sido Muncul.
Saat ini, emiten berkode saham SIDO ini memiliki kapasitas produksi produk Tolak Angin sebesar 80 juta sachet per bulan. "Sesudah ekspansi bisa naik jadi 150 juta sachet per bulan di pertengahan tahun depan," kata Tiur, Selasa (6/12).
Untuk itu, pihak SIDO sebenarnya sudah menyiapkan strategi pemasaran agar bisa dapat mempertahankan pangsa pasar. "Menggarap wilayah potensial yang selama ini belum maksimal seperti wilayah Timur Indonesia," kata Tiur.
Renaldy Effendy, Analis PT Bahana Securities dalam riset per 30 November 2016 memprediksi, pendapatan sektor herbal dari SIDO pada kuartal IV 2016 akan naik 4% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada kuartal III-2016, tercatat penjualan SIDO di segmen produk herbal dan suplemen sebesar Rp 1,1 triliun atau 59% dari total pendapatan SIDO. "Pendapatan sektor herbal SIDO bisa naik jadi Rp 1,48 triliun atau naik 30% dibanding tahun 2015," kata Renaldy dalam risetnya.
* Ralat (17/1/2017): Artikel ini merupakan revisi dari artikel kami sebelumnya berdasarkan surat klarifikasi dari Nielsen Company Indonesia tertanggal 20 Desember 2016 yang baru kami terima pekan ini. Isi lengkap surat tersebut bisa dibaca di link berikut: Klarifikasi Berita PT Nielsen Company Indonesia
Pada artikel sebelumnya, terdapat alinea 4 yang berisi: "Dari riset AC Nielsen, Sido Muncul menguasai 70% pangsa pasar obat herbal jenis obat masuk angin pada tahun 2015. Diikuti PT Deltomed Laboratories dengan produk Antangin) sebesar 6%, lalu PT Bintang Toedjo (Masuk Angin) sebesar 3%, PT Air Mancur (Orangin) 2%, PT Industri Jamu dan Farmasi JAgo (Basmingin) 2%, dan lainnya 17%."
Terkait tulisan di alinea tersebut, Budy Gounawan, Executive Director Nielsen Indonesia, dalam surat klarifikasinya menyatakan:
"PT Sidomuncul adalah bukan klien Nielsen, dan data yang tidak valid karena merujuk kepada kategori consumers product yang tidak atif/ tidak ada dalam survei kami. Oleh karena itu artikel yang telah dipublikasikan oleh KONTAN tersbeut telah memberikan informasi yang tidak akurat dan tidak tepat bagi pembaca."
Perlu kami jelaskan bahwa data dalam tulisan tersebut kami kutip dari Riset PT Bahana Securities tanggal 30 November 2016. Dalam Riset tersebut, Bahana Securities mengutip data pasar produk herbal, dan mencantumkan sumber data dari AC Nielsen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News