Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) meyakinkan masyarakat dan khususnya kalangan usaha, bahwa seluruh wilayah di Indonesia sudah tidak ada lagi defisit listrik. Bahkan, saat ini pasokan listrik di berbagai daerah sudah mengalami surplus.
Syamsul Huda Direktur Bisnis Regional Sulawesi PT PLN mengungkapkan, jika beberapa tahun lalu masih ada defisit listrik berkisar 7% sampai 14%. Tetapi, saat ini Indonesia sudah mengalami surplus hingga mencapai 75% di suatu daerah.
"Jadi, masyarakat harus tahu, bahwa kita sudah surplus listrik. Kalau ada pemadaman, itu bukan karena listrik kurang. Mungkin karena ada perawatan," kata Syamsul Huda saat berkunjung ke Redaksi KONTAN bersama jajaran PLN, Kamis (7/11).
Dia mengatakan, dengan pasokan listrik yang berlebih, maka PLN memiliki tugas lanjutan, yakni menjual listrik kepada pelanggan. "Makanya kami mendorong penjualan listrik bisa mendorong hal produktif," ujarnya.
PLN berharap memang penggunaan listrik secara besar-besaran digunakan untuk hal-hal produktif. Misalnya, listrik digunakan untuk keperluan bisnis yang mendatangkan tenaga kerja.
Selain itu, Syamsul Huda juga mendorong kebijakan mobil listrik segera diterbitkan. Sebab, dengan adanya kebijakan itu pemakaian listrik akan meningkat. "Saya berharap juga di dalam Perpres itu ada insentif agar harga mobil listrik bisa bersaing dengan mobil berbahan bakar fosil," kata Syamsul Huda.
Tak hanya itu, dia mengatakan, penggunaan kompor listrik juga akan terus didengungkan. "Kami kasih diskon juga. Kami ingin semua memakai kompor induksi, lebih bersih, dan lebih murah sekitar 15%. Hal-hal itu bisa meningkatkan penjualan listrik," imbuh dia.
Jangan sampai industri kabur
Adapun untuk pemakaian listrik untuk industri besar, Syamsul Huda juga ingin harganya tetap rendah agar bisa merangsang pemakaian listrik, saat ini tarifnya sekitar 997 kWh, atau lebih rendah dari rata-rata Biaya Pokok Produksi (BPP) saat ini.
"Kami ingin murah untuk industri skala besar. Karena padat karya. Supaya mereka tidak lari ke negara lain," ujar dia. Saat ini dari konsumsi listrik terbesar memang masih didominasi pelanggan industri besar dengan 38%, rinciannya banyak digunakan semen, baja, tekstil, dan lainnya.
Syamsul menjelaskan, saat ini tarif listrik industri besar di Indonesia sebesar Rp 997 per kWh, di Malaysia Rp 996, Thailand Rp 1.051 per kWh, Singapura Rp 1.663, Philipina Rp 1,479, dan Vietnam Rp 973 per Kwh.
Dia menjelaskan, tarif listrik industri besar di Indonesia dibandingkan dengan negara lain masih kompetitif.
Untuk itu, dia berharap dengan program 35.000 MW yang akan terealisasi hingga tahun 2028, bisa membantu pertumbuhan ekonomi. "Kita bicara Indonesia, listrik adalah pendorong utama perekonomian," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News