Reporter: Agung Hidayat | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren bullish harga komoditas batubara turut mengerek prospek bisnis sektor pendukungnya, termasuk permintaan industri alat berat. Sejumlah distributor alat berat kebanjiran pesanan, bahkan pelanggan harus menunggu sampai enam bulan.
Ketua Perhimpunan Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI), Djonggi Gultom, mengakui banyak perusahaan yang bergerak di bisnis pertambangan batubara memesan alat berat, khususnya alat berat dengan kapasitas besar.
Permintaan alat berat terus meningkat seiring dengan penguatan harga batubara di pasar internasional. Pada Rabu (15/8) lalu, harga batubara untuk pengiriman September 2018 di bursa ICE Newcastle menyentuh level US$ 113,55 per ton. Jumlah ini sudah menanjak 23% dibandingkan posisi akhir tahun lalu senilai US$ 92,25 per ton.
Di saat yang sama, pemerintah menaikkan target produksi batubara nasional sebesar 21% menjadi 585 juta ton hingga akhir tahun nanti.
Kondisi itu sejalan dengan realisasi penjualan alat berat. PAABI mencatat, hingga kini 50% dari nilai total penjualan alat berat masih didominasi sektor batubara. Adapun sisanya berasal dari sejumlah sektor seperti konstruksi, agribisnis dan komoditas lain.
Djonggi mengakui, dari sisi volume, penjualan alat berat ke sektor pertambangan batubara memang masih rendah. Namun nilai penjualannya cukup besar.
Di tengah lonjakan permintaan, Djonggi menyarankan agar perusahaan memesan alat berat dari jauh-jauh hari. Khususnya untuk alat berat dengan kapasitas 100 ton.
Sedangkan para penambang besar sudah mengamankan persediaannya alat beratnya. Sebab, mereka sudah memesan lebih dulu, bahkan sebelum tren kenaikan harga batubara sejak akhir 2016.
Jadi, kata Djonggi, jika ada perusahaan tambang yang baru mulai memesan alat berat saat ini, maka harus bersedia mengantre dalam beberapa bulan ke depan. "Bisa menunggu selama dua hingga enam bulan," tandas dia.
Ketua Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi), Jamaluddin, mengemukakan saat ini utilitas produksi alat berat nasional berada di kisaran 80% dari kapasitas terpasang. "Target produksi pada tahun ini di angka 8.000 unit," ungkap dia kepada KONTAN.
Sedangkan permintaan yang diterima pabrikan alat berat, menurut Jamaluddin, sudah berada di level 10.000 unit. Namun, pabrikan belum menambah produksi lantaran masih ada keterbatasan bahan baku komponen alat berat di tingkat domestik.
Sementara distributor seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) berupaya maksimal memenuhi permintaan alat berat. Tanpa menjelaskan secara detail, Sekretaris Perusahaan UNTR Sara K Loebis tak membantah permintaan alat berat saat ini melebihi pasokan yang ada. Satu indikasinya adalah waktu pemesanan yang cukup lama. "Untuk alat berat berkapasitas kecil dan menengah sekitar tiga bulan, sementara alat besar bisa sembilan bulan," ungkap dia, akhir pekan lalu.
Direktur PT Kobexindo Tractors Tbk (KOBX), Martio, menjelaskan, penjualan di semester I-2018 tumbuh 40% year-on-year (yoy). Namun pencapaian itu tidak mengubah target penjualan KOBX di tahun ini, yang meningkat 40% (yoy). "Pendorongnya dari sektor pertambangan seiring membaiknya harga komoditas," ungkap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News