Reporter: Abdul Wahid Fauzie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Sejak awal September lalu, harga alumunium di pasar internasional anjlok dari US$ 3.200 per ton menjadi US$ 2.100 per ton. Anjloknya harga tersebut membuat para eksportir menunda penjualan. Sementara itu, buyer asing juga menunda pembelian karena khawatir harga alumunium akan terus merosot.
Itu sebabnya para produsen memutuskan untuk memangkas produksi. "Rata-rata produksinya turun 25%," kata Abu Bakar Subiantoro, Ketua Harian Asosiasi Alumunium Indonesia, kemarin. Menurut Abu, pemangkasan produksi ini tentunya membuat target ekspor alumunium sebesar 220.000 ton terpangkas. Namun, ia belum bisa menyebutkan angka pastinya. "Saya masih menghitung," tegasnya.
Abu bilang pemangkasan ini juga didorong penundaan pembelian alumunium oleh sejumlah buyer dan distributor. Ia juga menjelaskan, penundaan ini terjadi akibat krisis Amerika yang menyebabkan negara tujuan ekspor kesulitan likuiditas. Sehingga, banyak perusahaan yang sulit membeli karena tidak memiliki dana.
Penundaan itu, lanjut Abu, berimbas pada penumpukan barang. Ia mengatakan, sedikitnya ada enam perusahaan yang menumpuk barangnya di Indonesia. "Ada satu perusahaan di Surabaya yang barangnya menumpuk hingga 200 ton, ada juga di Sumatera yang menumpuk hingga 70 ton," ungkapnya tanpa mau menyebutkan identitas perusahaan tersebut.
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka Departemen Perindustrian (Depperin) Ansari Bukhari mengaku belum mengetahui pemangkasan produksi tersebut. "Saya akan cari tahu terlebih dahulu," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News