Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
Hendra juga menyebut, kenaikan permintaan pada periode musim dingin memang biasa terjadi. Hanya saja, Hendra menekankan bahwa faktor penentu utama masih datang dari China dan India.
"China dan India masih jadi penentu (harga) karena impor mereka hampir 30% pangsa pasar dunia. Kita juga masih belum tahu apakah China akan merelaksasi impor batubara mereka, atau akan ada pengetatan," jelas Hendra.
Senada dengan itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan, harga batubara akan dipengaruhi oleh kebijakan China dalam menjaga pasokan. Selain pasokan, Irwandy berpendapat, China juga berkepentingan untuk menjaga stabilitas harga emas hitam secara global.
"Tiongkok juga sebagai produsen batuabra terbesar di dunia. Jadi mereka berkepentingan soal harga batubara untuk industri mereka sendiri dan juga pasokan batubara untuk mereka," ungkap Irwandy.
Baca Juga: PLN tak lagi ngotot harga batubara US$ 70 per ton diperpanjang, ini alasannya
Ketua Indonesian Mining adn Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo juga berpandangan bahwa kenaikan di angka 2,27% ini tidak menjadi tanda rebound. Menurutnya, pergerakan harga batubara secara mingguan dan bulanan dalam rentang 2%-3% merupakan kondisi yang biasa.
"Mengingat ada empat parameter indeks dalam menentukan HBA, pergerakan satu indeks bisa berpengaruh. "Dengan kenaikan (2,27%) ini, salah kalau memandang market sudah rebound. Melihat kondisi tersebut, pergerakan harga kali ini belum bisa memacu perusahaan untuk melakukan ekspansi," tandas Singgih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News