kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.874   6,00   0,04%
  • IDX 7.312   116,81   1,62%
  • KOMPAS100 1.122   17,98   1,63%
  • LQ45 894   16,70   1,90%
  • ISSI 222   1,71   0,78%
  • IDX30 459   10,10   2,25%
  • IDXHIDIV20 553   13,17   2,44%
  • IDX80 129   1,70   1,34%
  • IDXV30 137   2,39   1,78%
  • IDXQ30 153   3,42   2,29%

Harga batubara naik 2,27%, APBI: Belum menjadi tanda rebound


Selasa, 05 November 2019 / 16:27 WIB
Harga batubara naik 2,27%, APBI: Belum menjadi tanda rebound
ILUSTRASI. Coal barges are pictured as they queue to be pull along Mahakam river in Samarinda, East Kalimantan province, Indonesia, August 31, 2019.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) November 2019 dipatok sebesar US$ 66,27 per ton, atau naik 2,27% dibandingkan HBA Oktober 2019 yang berada di angka US$ 64,8 per ton.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengungkapkan, kenaikan HBA pada November 2019 ini lantaran adanya peningkatan permintaan batubara seiring dengan persiapan musim dingin di sejumlah negara.

Baca Juga: Meski serapan DMO baru 58,26%, namun pasokan batubara untuk kelistrikan diklaim aman

"Meningkat tipis dibanding bulan lalu karena ada peningkatan permintaan menjelang musim dingin," kata Agung saat ditemui di Kementerian ESDM, Selasa (5/11).

Penetapan HBA ini berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 224 K/30/MEM/2019 tentang harga mineral logam acuan dan harga batubara acuan untuk bulan November tahun 2019.

Seperti diketahui, ada empat variabel yang membentuk HBA, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 pada bulan sebelumnya dengan bobot masing-masing 25%. Kualitas batubara disetarakan pada kalori 6322 kcal/kg GAR, Total moisture 8%, total sulphur 0,8% dan Ash 15%.

Asal tahu saja, HBA tercatat terus mengalami penurunan sejak September 2018. Sejak saat itu, HBA belum pernah mencatatkan kenaikan bulanan, kecuali pada bulan Agustus dan November ini.

Baca Juga: Mitrabara Adiperdana (MBAP) kejar produksi 4 juta ton tahun ini

Secara rerata, HBA dalam periode Januari-November 2019 tercatat sebesar US$ 78,94 per ton. Lebih rendah dari rerata HBA periode Januari-November 2018 yang berada di angka US$ 99,55 per ton.

Bukan Tanda Rebound

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menilai kenaikan HBA sebesar 2,27% ini belum menjadi sinyal positif bagi rebound-nya harga batubara pada akhir 2019 dan peralihan tahun ke 2020.

Menurut Hendra, kenaikan harga ini lebih terjadi lantaran karakteristik komoditas batubara yang memiliki volatail tinggi. Hendra berpendapat, harga batubara yang tidak bisa melesat terjadi karena kondisi pasar yang masih kelebihan pasokan alias oversupply.

Baca Juga: Golden Energy Mines (GEMS) tetap genjot produksi kendati harga batubara tertekan

"Ini volatail bisa, belum bisa dibilang sentimen akan rebound. Ini juga berarti menandakan pasar yang masih oversupply," kata Hendra ke Kontan.co.id, Selasa (5/11).

Hendra juga menyebut, kenaikan permintaan pada periode musim dingin memang biasa terjadi. Hanya saja, Hendra menekankan bahwa faktor penentu utama masih datang dari China dan India.

"China dan India masih jadi penentu (harga) karena impor mereka hampir 30% pangsa pasar dunia. Kita juga masih belum tahu apakah China akan merelaksasi impor batubara mereka, atau akan ada pengetatan," jelas Hendra.

Senada dengan itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan, harga batubara akan dipengaruhi oleh kebijakan China dalam menjaga pasokan. Selain pasokan, Irwandy berpendapat, China juga berkepentingan untuk menjaga stabilitas harga emas hitam secara global.

"Tiongkok juga sebagai produsen batuabra terbesar di dunia. Jadi mereka berkepentingan soal harga batubara untuk industri mereka sendiri dan juga pasokan batubara untuk mereka," ungkap Irwandy.

Baca Juga: PLN tak lagi ngotot harga batubara US$ 70 per ton diperpanjang, ini alasannya

Ketua Indonesian Mining adn Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo juga berpandangan bahwa kenaikan di angka 2,27% ini tidak menjadi tanda rebound. Menurutnya, pergerakan harga batubara secara mingguan dan bulanan dalam rentang 2%-3% merupakan kondisi yang biasa.

"Mengingat ada empat parameter indeks dalam menentukan HBA, pergerakan satu indeks bisa berpengaruh. "Dengan kenaikan (2,27%) ini, salah kalau memandang market sudah rebound. Melihat kondisi tersebut, pergerakan harga kali ini belum bisa memacu perusahaan untuk melakukan ekspansi," tandas Singgih.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×