kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.739.000   -3.000   -0,17%
  • USD/IDR 16.354   42,00   0,26%
  • IDX 6.516   -131,79   -1,98%
  • KOMPAS100 926   -15,28   -1,62%
  • LQ45 727   -11,27   -1,53%
  • ISSI 204   -5,48   -2,62%
  • IDX30 379   -5,12   -1,33%
  • IDXHIDIV20 454   -6,82   -1,48%
  • IDX80 105   -1,64   -1,53%
  • IDXV30 108   -1,53   -1,40%
  • IDXQ30 124   -1,87   -1,49%

Harga Energi Berpotensi Naik, Kadin Ramal Kinerja Pelaku Usaha Makin Tergerus


Minggu, 02 Januari 2022 / 19:46 WIB
Harga Energi Berpotensi Naik, Kadin Ramal Kinerja Pelaku Usaha Makin Tergerus
ILUSTRASI. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani di gedung Kadin, Selasa (19/11/2019). Kontan/Lidya Yuniartha


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan bisnis tahun 2022 semakin berat. Selain masih dibayang-bayangi pandemi, biaya energi mulai dari listrik hingga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) berpotensi naik. 

Koordinator Wakil Ketua Umum III Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Kamdani menyampaikan pihaknya sangat menyayangkan adanya kenaikan harga energi di 2022.

“Hal ini karena kondisi ekonomi kita saat ini belum pulih sepenuhnya dari dampak pandemi. Banyak pelaku usaha yang masih struggling mempertahankan eksistensi usaha dan me-recover modal yang hilang sepanjang pandemi sehingga kenaikan biaya energi ini akan memberikan beban tambahan untuk proses recovery tersebut,” kata Shinta saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (2/1). 

Dengan adanya potensi kenaikan harga energi, Kadin memperkirakan proses recovery industri bisa lebih lama lantaran energi merupakan salah satu komponen biaya pokok industri yang tentu dipakai oleh semua industri. Terutama kenaikan biaya energi yang naik di semua jenis energi seperti BBM, LPG, dan listrik. 

Baca Juga: Gappmi Akui Industri Mamin Akan Terdampak Jika Terjadi Kenaikan Biaya Energi

Shinta menambahkan, meskipun permintaan pasar domestik telah terpantau membaik di tiga bulan terakhir, bukan berarti daya beli masyarakat sudah pulih sepenuhnya sehingga banyak pelaku usaha yang menahan menaikkan harga jual sepanjang pandemi. 

Dengan kebaikan harga energi ini, Kadin melihat adanya kesulitan untuk menahan kenaikan harga jual kepada konsumen di tahun 2022 sehingga beban di sisi pelaku usaha dan di sisi konsumen akan lebih besar. 

Di satu sisi perusahaan yang masih menyerap kerugian untuk menahan kenaikan harga jual di pasar akan mengalami kerugian ekonomi yang lebih dalam karena kenaikan harga energi. 

“Sehingga ini bisa berimbas pada eksistensi usaha atau penciptaan lapangan kerja. Di sisi lain, bila perusahaan tidak lagi mampu menyerap kerugian dan memilih menaikkan harga jual, kinerja perusahaan kemungkinan besar akan turun yakni dari sisi penerimaan maupun produksi karena daya beli masyarakat-nya masih lemah,” ujarnya. 

Di samping itu, kenaikan harga energi juga dapat merugikan konsumen al ini akan memicu inflasi yang lebih tinggi tetapi tidak disertai dengan kenaikan pendapatan secara umum karena constraints penciptaan kinerja yang lebih tinggi dalam kondisi pandemi. 

Baca Juga: PLN Bangun 175 Infrastruktur Kelistrikan pada 2021, Total Investasi Rp 87,7 Triliun

“potensi peningkatan tingkat kemiskinan juga akan lebih tinggi. Tanpa kenaikan harga energi ini pun, harga energi di Indonesia sudah merupakan harga energi termahal di antara ASEAN-5,” tambah Shinta. 

Dengan adanya dampak-dampak tersebut, Kadin mengkhawatirkan laju pemulihan ekonomi bisa melambat karena adanya kenaikan harga energi ini. Adapun dampak negatifnya di perkirakan akan berdampak terhadap laju pertumbuhan konsumsi masyarakat, laju peningkatan kinerja serta juga daya saing investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×