kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gappmi Akui Industri Mamin Akan Terdampak Jika Terjadi Kenaikan Biaya Energi


Minggu, 02 Januari 2022 / 18:54 WIB
Gappmi Akui Industri Mamin Akan Terdampak Jika Terjadi Kenaikan Biaya Energi
ILUSTRASI. Konsumen berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di Semarang, Jawa Tengah, Selasa (26/9). ANTARA FOTO/R. Rekotomo/foc/17.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi kenaikan biaya energi di tahun 2022 diperkirakan akan berdampak terhadap harga jual produk makanan dan minuman di pasar.

Seperti yang diketahui, meski belum ada penjelasan rinci, pemerintah berwacana untuk menghapus BBM jenis Premium dan Pertalite kemudian menggantinya dengan BBM yang lebih ramah lingkungan. 

Selain itu, tarif listrik nonsubsidi untuk 13 golongan pelanggan juga berpotensi mengalami kenaikan di tahun ini. Tak ketinggalan, harga gas jenis LPG nonsubsidi sudah mengalami kenaikan pada akhir tahun 2021 kemarin.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menyampaikan, kenaikan biaya energi akan berdampak pada seluruh lini industri mamin dari hulu hingga hilir.

Baca Juga: Kejar Target lifting 2022, SKK Migas Akan Melakukan Pengeboran 700 Sumur

Bukan hanya biaya energi, tantangan bagi industri mamin di tahun 2022 juga datang dari kenaikan PPN menjadi 11% yang berlaku pada April nanti. Ditambah lagi, industri mamin juga merasakan efek negatif dari masalah logistik akibat kelangkaan kontainer.

“Semua kendala ini akan dihitung dalam harga jual, apalagi selama pandemi dua tahun terakhir kebanyakan produsen menahan untuk tidak menaikkan harga,” ungkap dia, Minggu (2/1).

Lantas, untuk tahun ini potensi kenaikan harga jual produk mamin sulit terhindarkan. Prediksi Gapmmi, harga jual produk mamin ke konsumen berpeluang naik sekitar 4%--7% di tahun ini.

Menurut Adhi, proyeksi kenaikan harga tersebut sebenarnya tidak lebih tinggi dari kenaikan biaya energi maupun bahan baku. “Karena produk pangan sensitif terhadap harga, kenaikan tersebut relatif moderat,” pungkas dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×