Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga tepung memberikan tantangan besar bagi produsen makanan ringan, PT Siantar Top Tbk (STTP). Kenaikan harga bahan baku ini turut berimbas pada marjin laba Siantar Top.
Direktur Utama Siantar Top, Armin menjelaskan saat awal-awal terjadi perang Rusia-Ukraina harga gandum dunia sudah naik signifikan. Adapun sampai saat ini harganya terus naik seiring dengan keputusan India melarang ekspor gandum sejak Jumat (13/5). Hal ini berimbas pada pada harga tepung yang ikut menanjak.
Menurut Armin, meskipun pihaknya tidak langsung mempunyai hubungan dagang berupa impor bahan baku dari India ataupun Ukraina, efek domino dari permasalahan ini pasti terasa ke Siantar Top.
“Untuk di Siantar Top secara gambaran sampai saat ini kebutuhan tepung masih bisa kami dapat barangnya, masih ada. Tetapi kelihatannya, jika situasi ini terus berlanjut akan menjadi masalah bagi kami karena pemakaian tepung juga sangat besar,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (17/5).
Baca Juga: Begini Sikap Siantar Top (STTP) Terkait Dampak Kenaikan Harga Gandum Global
Saat ini stok tepung untuk kebutuhan produksi di Siantar Top masih cukup untuk satu hingga dua bulan ke depan. Adapun pasokan tepung lebih lebih banyak dari dalam negeri dan sebagian diimpor. Meurutnya, tantangan yang dihadapi ialah tepung tidak bisa disimpan terlalu lama karena bisa rusak.
Adapun dengan naiknya harga tepung, membuat harga jual produk makanan tidak lagi terbendung. “Harga jual sebagian barang sudah naik, tetapi tidak sampai dua kali lipat,” jelasnya.
Dengan adanya tantangan ini, Armin melihat tahun 2022 lebih berat dibandingkan 2021. Berbagai persoalan harus dihadapi manajemen Siantar Top. Kendati kondisi pandemi sudah cukup membaik di Indonesia, pihaknya harus menghadapi masalah lain seperti pasokan dan harga tepung saat ini. “Belum lagi China lockdown. Ini juga pengaruh sedikit banyak ke kami karena hubungan kami cukup banyak ke sana,” ungkapnya.
Skenario terburuk jika kondisi ini terus berlanjut hingga akhir tahun, Armin memproyeksikan kinerja Siantar Top akan lebih jelek dibandingkan 2021. Masalahnya, kenaikan harga bahan baku akan mempengaruhi marjin, jika penjualan tidak naik tentu biaya yang dikeluarkan juga lebih tinggi.
“Bottom line di tahun in kelihatannya akan susah tumbuh dan kami proyeksikan akan lebih turun dibanding tahun lalu,” kata Armin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News