Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Rencana penetapan harga gas US$ 6 per mmbtu yang termasuk dalam domestic market obligation (DMO) untuk PT PLN (Persero) mulai memantik emosi perusahaan minyak dan gas bumi (migas).
Sejauh ini, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang mayoritas memproduksi gas seperti BP sebagai operator proyek Tangguh dan ConocoPhillips sebagai operator Blok Corridor masih enggan memberikan tanggapan terkait wacana penetapan harga DMO gas. Begitu juga dengan Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu yang tidak memberikan komentar terkait penetapan DMO gas.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Majong mengungkapkan pihaknya belum bisa memastikan kebijakan dan dampak dari penetapan harga gas tersebut terhadap bisnis KKKS di Indonesia.
Dia hanya menyebut IPA masih harus melakukan pembahasan terlebih dahulu dengan pemerintah terkait wacana DMO gas tersebut. "Nanti kami diskusikan dulu ke pemerintah ya. Kemungkinan minggu depan," pungkas Marjolijn ke KONTAN pada Kamis (1/11) malam.
Jika mengacu pada wacana penetapan harga gas DMO tersebut, maka harga gas yang dijual KKKS ke PLN akan dibawah rata-rata harga gas hulu saat ini yang berkisar US$ 8 per mmbtu.
Seperti harga gas dari proyek Jambaran Tiung Biru yang dioperatori Pertamina dan disalurkan ke pembangkit listrik PLN telah disepakati seharga US$ 7,9 per mmbtu pada 2017 lalu.
Wacana penetapan harga gas DMO sebesar US$ 6 per mmbtu juga akan lebih kecil dari formula harga yang telah diatur pemerintah dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik. Dalam beleid tersebut, pemerintah mengatur formula harga gas untuk PLN sebesar 14,5% ICP.
Ini berarti, ketika ICP mencapai US$ 70 per barel, maka harga gas hingga plant gate PLN sebesar US$ 10,15 per mmbtu. Ketika ICP menyentuh harga US$ 80 per barel, maka harga gas untuk PLN hingga plant gate sebesar US$ 11,6 per mmbtu.
PLN baru bisa mendapatkan harga US$ 6 per mmbtu jika ICP di level harga US$ 40 per barel dengan harga gas hingga plant gate PLN sebesar US$ 5,8 per mmbtu. Jika ICP sebesar US$ 45 per barel saja, harga gas ke PLN sudah mencapai US$ 6,53 per mmbtu.
Di sisi lain, PLN memang terbebani dengan harga gas yang cukup mahal. Berdasarkan laporan keuangan PLN kuartal III 2018, beban pembelian bahan bakar gas memang paling besar.
Pembelian gas alam hingga kuartal III-2018 mencapai Rp 40,13 triliun. Angka tersebut naik sebesar 12,5% dari kuartal III 2017 lalu sebesar Rp 35,66 triliun. Sedangkan pembelian batubara pada kuartal III 2018 hanya sebesar Rp 34,83 triliun biarpun angkanya naik 17,27% dari Rp 29,7 triliun di kuartal III 2017.
Pembelian BBM (solar-diesel) Rp 24 triliun naik sebesar 39,3% periode yang sama tahun lalu sebesar RP 17,22 triliun. Pembelian energi panas bumi sebesar Rp 2,51 triliun naik sebesar 11,5% dari Rp 2,25 triliun di kuartal III 2017.
Sedangkan pembelian energi air sebesar Rp 216,69 miliar justru menurun 12,14% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 246,64 miliar. Totalnya, beban usaha PLN untuk bahan bakar dan pelumas pada kuartal III 2018 meningkat sebesar 19,45% menjadi Rp 101,87 triliun dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 85,28 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News