kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga listrik EBT menuai pro & kontra


Senin, 06 Februari 2017 / 11:20 WIB
Harga listrik EBT menuai pro & kontra


Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA.  Peraturan Menteri ESDM nomor 12 tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk Penyediaan Tenaga Listrik menuai pro dan kontra.  

Bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN), aturan yang mengatur harga pembelian tenaga listrik dari EBT paling tinggi 85% dari biaya pokok produksi (BPP) jelas bisa menekan harga listrik yang harus dibeli. "Sebab, harga jual listrik perusahaan energi terbarukan tidak boleh melebihi harga pokok produksi," ujar I Made Suprateka, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN.  

Walhasil,  harga pokok produksi dari energi bauran bisa lebih murah. "Artinya harga pokok rendah maka harga jual TDL bisa ditekan juga, bisa turun, bisa lebih murah," kata Made ke KONTAN pada Minggu (5/2).

Meski begitu, dia menyebut, konsekuensinya, harga jual listrik per daerah bisa berbeda-beda. Sebab, harga jual listrik dari pengembang EBT disesuaikan dengan kondisi daerah. Misal, di wilayah Natuna yang tempatnya terpencil  dengan transportasi sulit. Di sana, pembangkit listrik tenaga diesel. Makanya, ketika ada pengembang PLTA yang masuk, harga pokok produksi bisa jadi lebih murah. Saat ini BPP bauran untuk energi bauran berkisar Rp 900 per kwh hingga Rp 1.000 per kwh.

Made juga menyebut, aturan tersebut menghilangkan feed in tariff yang membuat PLN harus membayar harga jual listrik dari pengembang EBT lebih tinggi. Dengan begitu. harga listrik yang harus dibayar oleh masyarakat juga tinggi.

Ali Herman Ibrahim, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menyebut,  Permen 12/2017 itu menjadi tantangan bagi pengembang listrik.  Salah satunya mengenai akurasi dan dasar penentuan biaya produksi listrik. Pasalnya: penentuan harga listrik yang biasanya mencakup beberapa parameter dan kondisi. 

Dengan begitu, penentuan harga sepatutnya tidak absolut pada saat pembangkit listrik EBT selesai dan siap beroperasi. Untuk itu, jika aturan itu diterapkan, pengusaha minta insentif fiskal seperti pembebasan PPh, PPN, tax holliday. "Insentif itu sama seperti di Dubai," ujar dia ke KONTAN, Minggu (5/2). 

Dirjen Ketenagalistrikan ESDM, Jarman menambahkan, permintaan insentif dari pengembang listrik akan dibicarakan dengan Kementerian Keuangan.  Saat ini, pihaknya akan bicara dengan pengembang listrik untuk menentukan insentif yang akan diberikan untuk pengembangan listrik EBT.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×