kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.968.000   8.000   0,41%
  • USD/IDR 16.296   -38,00   -0,23%
  • IDX 7.118   -48,47   -0,68%
  • KOMPAS100 1.035   -9,01   -0,86%
  • LQ45 795   -6,82   -0,85%
  • ISSI 230   -1,51   -0,65%
  • IDX30 414   -1,63   -0,39%
  • IDXHIDIV20 485   -0,53   -0,11%
  • IDX80 116   -0,98   -0,84%
  • IDXV30 119   0,20   0,16%
  • IDXQ30 133   -0,23   -0,17%

Harga Minyak Mentah Makin Panas, Indonesia Dikejar Swasembada Energi


Senin, 16 Juni 2025 / 20:09 WIB
Harga Minyak Mentah Makin Panas, Indonesia Dikejar Swasembada Energi
ILUSTRASI. Kenaikan harga minyak mentah global akibat konflik Israel–Iran menjadi pukulan bagi Indonesia yang masih berstatus sebagai negara net importir minyak REUTERS/Dado Ruvic


Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak mentah global akibat konflik Israel–Iran menjadi pukulan bagi Indonesia yang masih berstatus sebagai negara net importir minyak. Di tengah situasi ini, percepatan swasembada energi dinilai makin mendesak.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) Fathul Nugroho menilai, momentum saat ini perlu dimanfaatkan untuk mengejar target swasembada energi seperti yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto.

Baca Juga: Konflik Iran-Israel Meningkat, Harga Minyak Dunia Makin Bergejolak

“Kondisi ini justru harus menjadi momentum Indonesia mempercepat agenda swasembada energi. Langkah Menteri ESDM Bapak Bahlil Lahadalia dalam mendorong peningkatan lifting minyak dan pengembangan blok-blok potensial seperti Rokan, Cepu, Warim, dan Buton patut diapresiasi,” ujar Fathul kepada Kontan.co.id, Senin (16/6).

Fathul mengungkapkan, Indonesia masih mengimpor sekitar 813 ribu barel minyak mentah dan BBM per hari.

Kenaikan harga global akan berdampak langsung terhadap neraca migas dan APBN, apalagi APBN 2025 hanya mengasumsikan harga ICP di level US$ 82 per barel.

“Saat ini harga pasar bergerak menuju US$ 88–90 per barel. Kenaikan US$ 1 saja bisa menambah beban subsidi dan kompensasi hingga Rp 1,5 triliun per tahun,” ungkap Fathul.

Ancaman Stagflasi Mengintai

Data Refinitiv menunjukkan, harga minyak Brent dan WTI pada pertengahan Juni 2025 melonjak masing-masing 10,74% dan 11,08% secara bulanan, dipicu kekhawatiran pasar atas eskalasi konflik Timur Tengah.

Baca Juga: Tiga Dampak Negatif untuk Indonesia Jika Harga Minyak Dunia Terus Naik

Menurut ekonom dan pakar kebijakan publik Achmad Nur Hidayat, kenaikan harga minyak bukan sekadar angka di pasar, melainkan ancaman riil bagi ekonomi domestik.

“Ini akan berdampak pada biaya produksi di hampir semua sektor, mendorong inflasi, dan melemahkan daya beli masyarakat. Potensi stagflasi menjadi ancaman nyata jika harga minyak tembus US$ 100 per barel,” ujarnya.

Achmad menyebut dunia memang memiliki cadangan minyak strategis, seperti yang dimiliki Badan Energi Internasional (IEA) sebesar 1,2 miliar barel.

Namun, dengan batas penggunaan global hanya 100 juta barel per hari, ruang manuver pasar tetap terbatas.

“Pasar sangat sensitif. Jika konflik berlarut, risiko gangguan suplai bisa meningkat drastis. Inilah saatnya Indonesia serius membangun ketahanan energi nasional,” tandas Achmad.

Selanjutnya: Wijaya Karya (WIKA) Bukukan Kontrak Baru Rp 3,37 Triliun hingga Mei 2025

Menarik Dibaca: Ini Cara Lunasi Cicilan Pinjaman Rp 10 Juta Setiap Bulanan dan Biaya Tersembunyi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×