Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
Komaidi menilai bahwa dana kompensasi yang akan dibayarkan pemerintah ke Pertamina belum secara langsung menyelesaikan masalah dalam jangka pendek.
Dia menambahkan, kompensasi umumnya tidak dibayarkan langsung di tahun anggaran yang sama. Sementara, Pertamina tetap harus mengeluarkan biaya untuk membeli BBM di tahun tersebut. Komaidi menegaskan, bahwa hal ini lah yang menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk kesehatan keuangan Pertamina.
Di sisi lain, Associate Director BUMN Research Group LMUI Toto Pranoto mengatakan, harga yang dipatok pengelola BBM swasta saat ini mencerminkan harga keekonomian yang terjadi di pasar. Artinya, jika ada selisih harga yang cukup tajam dengan harga jual BBM Pertamina, maka selisih tersebut menjadi beban Pertamina.
“Masalahnya apakah pemerintah akan cover seluruh selisih harga tersebut? Melihat pengalaman selama ini , subsidi BBM tidak sepenuhnya diberikan ke Pertamina sehingga beban keuangan perusahaan negara ini semakin menumpuk,” ujarnya saat dihubungi terpisah.
Toto menyarankan Pertamina kembali menaikkan harga Pertamax ke level yang mendekati pesaingnya, upaya ini untuk mengurangi persoalan keuangan Pertamina yang sudah “berdarah-darah”.
Di sisi lain, untuk Pertalite Toto menyarankan Pemerintah mengatur dengan tegas siapa saja yang boleh mengonsumsi jenis BBM ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News