Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Rizki Caturini
LALU lalang kendaraan di Jalan Lebak Bulus Raya, Jakarta Selatan nampak padat akhir pekan kemarin (24/9). Kendaraan roda dua maupun empat berbaris memadati jalan tersebut. Di dekat jalan itu, para pekerja tengah menggarap proyek mass rapid transit (MRT) siang malam. Aktivitas disekitarnya menjadi hidup.
Sejatinya, rencana mega-proyek transportasi massal ini menjadi kabar gembira bagi para pebisnis besar hingga kecil. Tapi tidak demikian halnya dengan Bakti Riyanti. Perempuan paruh baya berusia 50 tahun ini sudah 35 tahun berdagang kelontong di sekitar Lebak Bulus, tepatnya di depan Gereja Kristen Jawa Nehemia yang berlokasi sekitar 30 meter dari lokasi proyek MRT.
Ibu empat orang anak ini menempati lapak seluas enam meter persegi, dengan dinding kayu dan triplek. Tidak ada rasa semangat dalam diri Riyanti menyaksikan proyek tersebut yang terus bergulir tanpa henti.
Rupanya dirinya sudah pasrah bila harus tersingkir dari areal periuk nasi tersebut. "Lihat saja nanti, ke depan kayak apa, kalau disuruh pindah, saya pindah," ucap perempuan asal Kuningan ini dengan lunglai.
Soalnya, ia mendengar kabar pengembangan proyek MRT bakal sampai ke lokasi tempatnya berdagang. Maklum, lokasi dagang perempuan ini berdekatan dengan sebidang tanah kosong seluas 500 m². "Saya mendengar mau ada pelebaran jalan, tapi belum tahu kapan," tuturnya.
Di sekitar Lebak Bulus, pemerintah setempat menargetkan bisa membebaskan 25 bidang lahan untuk memuluskan jalan bagi proyek MRT. Pembebasan sekitar 18 bidang lahan sudah beres. Sementara sisanya masih dalam proses pembebasan. "Penentuan harga tanah akan dilakukan dengan sistem appraisal," ucap Tomy Fudihartono Camat Cilandak, Jakarta Selatan kepada KONTAN, Minggu (25/9).
Lebak Bulus hanya salah satu titik pengembangan proyek MRT. Ada titik lain menuntut kebutuhan serupa. Berdasar data Pemerintah Kota Jakarta Selatan, rute proyek MRT sepanjang 16 kilometer (km), rinciannya 10 km untuk struktur atas, dan 6 km untuk struktur bawah. Total kebutuhan lahan sekitar 13,8 hektare yang terdiri dari 621 bidang. "Beberapa pembebasan tersebut menggunakan anggaran Dinas Bina Marga, dan Dinas Perhubungan dan Transportasi," tambahnya.
Tomy tidak memungkiri, keberadaan proyek MRT ini memicu harga tanah di sekitar Lebak Bulus cepat merangkak naik. Saat ini harga tanah di daerah tersebut antara Rp 8 juta per m² -Rp 12 juta per m² dengan kenaikan rerata Rp 200.000 -Rp 500.000 per m² per tahun. Nah, bila stasiun dan depo MRT beroperasi pada tahun 2018 nanti, kenaikan bakal semakin tajam.
Nirwono Joga, pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti menyebut kawasan Lebak Bulus sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang Jakarta 2030 akan menjadi kawasan terpadu transit oriented development. Artinya, daerah ini bakal dipenuhi para komuter di sekitar Jakarta. "Harus ada feeder ke stasiun MRT di Lebak Bulus," katanya ke KONTAN. Selain itu juga harus ada sarana pendukung, seperti area parkir, rumah susun dan area komersial lain.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News