Reporter: Handoyo | Editor: Test Test
JAKARTA. Peralihan musim kemarau ke penghujan yang sedang berlangsung saat ini merugikan nelayan lobster. Tahap awal pergantian musim itu menyebabkan arus air laut tidak bersahabat, sehingga nelayan enggan melaut. Walhasil, hasil tangkapan lobster pun menyusut total.
Dahliana, pengepul lobster asal Bangka, mengatakan, daya tangkap nelayan lobster di wilayahnya semakin menyusut. Hal itu sudah berlangsung sejak awal Oktober lalu. Itu terjadi saat angin selatan melanda wilayah Bangka sehingga membuat arus laut lebih liar. "Cuaca tidak bersahabat, nelayan juga takut melaut," jelas Dahliana, Senin (24/10).
Dahliana mengaku, sekarang hanya bisa mendapatkan lobster sebanyak 100 - 200 kilogram (kg) per hari. Padahal, saat musim panen, yakni sekitar Juni - Agustus, ia bisa membeli lobster sekitar 600 - 700 kg per hari.
Tentu saja, penurunan hasil tangkapan itu juga mengerek harga lobster. Biasanya, Dahliana hanya membeli lobster seharga Rp 160.000 - Rp 500.000 per kg. Kini harganya melonjak hingga dua kali lipat lebih.
Selain itu, transaksi bisnis Dahliana pun terganggu. Saat panen, ia selalu rutin mengirimkan lobsternya ke pengusaha di Jakarta setiap hari. Selanjutnya, hasil pengiriman itu menjadi komoditas ekspor ke negara-negara lain. "Sekarang, paling banyak hanya bisa mengirim tiga kali seminggu," ucap Dahliana tanpa merinci.
Dahliana menambahkan, transaksi lobsternya memang hanya mengandalkan hasil tangkapan nelayan. Soalnya, budidaya lobster di wilayahnya masih terbatas. Umumnya, budidaya lobster hanya untuk pembesaran saja. Itu pun hanya berjalan di segilintir orang. Sayangnya, Dahliana tidak memiliki data lebih detil soal ini.
Herry Maryadi, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lembaga Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP), Bengkulu, juga mengiyakan masalah itu. Bahkan, gangguan cuaca itu sudah berlangsung sejak September 2011. "Periode itu, ombaknya tinggi, arus laut lebih kencang, nelayan sulit menangkap lobster," jelas Herry.
Padahal, di sekitar UPT itu terdapat lima pengepul lobster. Setiap pengepul memiliki langganan nelayan lobster sebanyak 50 kelompok. Per kelompok terdiri dari 30 nelayan yang tersebar di Kabupaten Kaur, Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, dan Muko-Muko. "Hasil tangkapan turun di semua lini," terang Herry, tanpa merinci.
Tak heran, kondisi ini menjadikan para pengepul berebut lobster. Bahkan, lobster yang ukurannya tidak sesuai standar pun juga laku. "Seharusnya, penjualan lobster berukuran minimal 300 gram, tapi sekarang di bawah ukuran itu juga laris," ujar Herry. Sedang untuk jenis lobster yang ada di Bengkulu antara lain jenis pasir, bambu, batu, mutiara serta batik.
Herry memprediksi, cuaca yang tidak bersahabat ini akan terus berlangsung hingga akhir tahun nanti. "Setelah itu, nelayan baru bisa mendapat tangkapan dengan maksimal," jelas Herry.
Saud P Hutagalung, Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), menambahkan, sepanjang tahun ini hasil tangkapan lobster memang menyusut dari tahun lalu. Buruknya cuaca memang faktor utama masalah ini. "Karena sistemnya masih tradisional dan alami," terang Saud.
Menurut Saud, masalah ini mempengaruhi nilai ekspor lobster. Sepanjang Januari - Juli 2011, volume ekspor rock lobster atawa udang karang hanya 672,47 ton, senilai US$ 2,72 juta. Sedangkan udang besar atau lobster volumenya mencapai 1.541,29 ton senilai US$ 6,83 juta. Jumlah tersebut sangat jauh dari pencapaian tahun 2010 rock lobster 2.406,89 ton senilai US$ 4,23 juta. Sedangkan untuk lobster biasa, volumenya ekspornya 1.740,33 ton senilai US$ 8,76 juta. "Harapan untuk meningkatkan ekspor lobster sulit tercapai," ujar Saud.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News