kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

HET berdampak langsung ke petani kecil


Selasa, 05 September 2017 / 20:56 WIB
HET berdampak langsung ke petani kecil


Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Kebijakan pemberlakuan Harga Eceran Tertinggi (HET) terhadap komoditas gula, daging beku, dan minyak goreng kemasan dinilai dapat menekan petani.

"Dampak pengaturan harga akan langsung mengenai petani kecil," ujar Dwi Andreas, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (5/9).

Andreas bilang HET dapat menekan petani terutama pada komoditas gula. Tahun lalu harga gula melonjak tinggi sehingga rata-rata harga gula menjadi Rp 15.000 per kilogram (kg). Pemerintah mengambil tindakan membuat perjanjian untuk menekan harga produksi.

Perjanjian tersebut tidak melibatkan petani tebu. Andreas bilang saat ini harga produksi gula oleh petani tebu sudah mencapai Rp 10.000 per kg. Hal tersebut berada di atas Harga Patokan Petani yang sebesar Rp 9.700 per kg.

Harga tebu petani yang tinggi membuat dilema pada petani. " Kalau petani jual tinggi tidak ada yang membeli, tapi kalau petani jual rendah akan rugi," terangnya.

Hal berbeda dikatakan Andreas terkait HET minyak goreng kemasan. Pemberlakuan minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 12.500 per kg tidak berdampak besar kepada petani karena industri minyak goreng dikuasai oleh pemain besar.

Selain itu juga Andreas berpendapat bahwa sebagai produsen minyak sawit yang besar tidak akan membuat minyak goreng kesulitan.

Sedangkan penetapan HET pada daging beku sebesar Rp 80.000 per kg Andreas bilang tidak mempengaruhi harga daging di pasar. Harga daging sapi di pasar saat ini masih berkisar antara Rp 115.000 per kg hingga Rp 120.000 per kg.

Namun, apabila pemerintah melakukan cara kedua dalam menstabilkan harga yaitu dengan membuat harga patokan akan membebankan peternak sapi. Sama seperti petani tebu, peternak sapi pun memiliki biaya produksi di atas harga pemerintah.

Andreas bilang, seharusnya pemerintah membuat harga acuan bukan HET. Harga acuan itu sebagai batas pemerintah.

Jadi apabila harga melewati batas acuan, pemerintah dapat menurunkan harga dengan mengeluarkan stok. Namun, Andreas juga meragukan hal tersebut karena pemerintah dinilai tidak memiliki stok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×