Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyatakan dukungan terhadap opsi deregulasi dan insentif untuk mendorong pertumbuhan ekspor industri furnitur.
Hal ini seiring dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang disebut telah mendiskusikan akses pendanaan dengan bunga yang lebih kompetitif bagi para pelaku industri, serta penguatan industrialisasi berbasis sumber daya alam dalam negeri, seperti rotan.
Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur, menilai akses pendanaan tersebut krusial mengingat industri furnitur merupakan industri padat karya dan padat modal kerja.
Baca Juga: HIMKI Proyeksi Ekspor Industri Furnitur Bisa Tembus US$ 6 Miliar pada 2026
“Skema pembiayaan yang dirancang khusus untuk ekspor, berbasis purchase order, akan jauh lebih efektif dibandingkan subsidi fiskal langsung karena berfungsi sebagai leverage ekspor,” ujar Sobur kepada Kontan, Senin (22/12/2025).
Selain itu, ia mengatakan penguatan industrialisasi berbasis rotan juga dipandang strategis selama disertai dengan kepastian pasokan, efisiensi fiskal–kepabeanan, serta integrasi yang kuat ke rantai nilai ekspor.
Secara keseluruhan, menurut Sobur, upaya paling efektif untuk mendorong daya saing industri furnitur nasional adalah kombinasi kebijakan pembiayaan murah, deregulasi yang konsisten, serta penguatan ekosistem industri secara menyeluruh. “Bukan kebijakan yang bersifat parsial,” imbuhnya.
Sebab, Sobur mencermati bahwa tantangan utama ekspor furnitur Indonesia bukan pada potensi pasar maupun kualitas produk, melainkan pada biaya struktural industri.
Dari sisi ekspor, lanjutnya, biaya pembiayaan (cost of fund) masih relatif tinggi untuk industri padat karya seperti furnitur. “Sehingga membatasi kapasitas produksi dan kemampuan pelaku usaha menerima pesanan ekspor dalam skala besar dan berjangka panjang,” terangnya.
Baca Juga: IKEA Pacu Pertumbuhan Industri Furnitur dan Lifestyle Menjelang Akhir Tahun
Selain itu, Sobur juga melihat pelaku usaha menghadapi beban regulasi, termasuk untuk pengiriman sampel dan prototipe, yang belum sepenuhnya mendukung karakter ekspor furnitur yang berbasis desain dan customized order.
“Kombinasi faktor ini membuat kontribusi Indonesia di pasar furnitur global yang bernilai sekitar US$ 300 miliar masih belum tumbuh optimal, meskipun Indonesia memiliki basis bahan baku dan tenaga kerja yang kuat,” imbuh Sobur.
Selanjutnya: Begini Rekomendasi Saham Bank Saat Tren Likuiditas Makin Kencang
Menarik Dibaca: Rekomendasi 6 Drakor Tentang Nikah Kontrak Lucu dan Manis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













