Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, per 15 Maret 2019, produksi batubara nasional baru mencapai 37,67 juta ton. Jumlah itu setara dengan 7,70% dari target produksi nasional yang tercatat dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2019 yang sebesar 489,13 juta ton.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Hendrasto mengatakan, jumlah tersebut belum menghitung produksi dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah. Alhasil, jumlah produksi itu masih berdasarkan laporan yang masuk ke Kementerian ESDM, yang berasal dari perusahaan pemegang izin pemerintah pusat.
Menurut Hendrasto, jumlah produksi tersebut masih dinilai wajar, sebab diproyeksikan perusahaan baru akan menggenjot produksinya ketika mulai masuk masa Semester II. "Itu belum menghitung IUP daerah, masih yang izin pusat. Kira-kira (produksi mulai meningkat) mulai Semester II," katanya saat ditanya Kontan.co.id, di Kompleks DPR-RI, Selasa (19/3).
Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Hendra mengatakan bahwa pada dua bulan awal setiap permulaan tahun, biasanya perusahaan masih belum menggenjot produksi, lantaran masih terpengaruh oleh faktor cuaca dan terkait optimalisasi alat berat.
"Dua bulan pertama awal tahun biasanya masih slow. Biasanya semester II geliat produksi cenderung meningkat," kata Hendra.
Lebih lanjut, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif melihat, jumlah produksi akan mengalami perubahan siginifikan dalam enam bulan ke depan. Namun, Irwandy menilai realisasi produksi yang baru mencapai 7,70% dari total target produksi nasional tersebut memberikan dampak positif terhadap psikologis pasar.
Irwandy mengatakan, produksi batubara yang belum menanjak pada awal tahun ini bisa mengeram laju pasokan ke pasar sehingga tidak terjadi oversupply. Alhasil, harga batubara, khususnya yang berkalori rendah 4.000 kcal/kg-4.200 kcal/kg bisa terdorong setelah dalam enam bulan terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Apalagi, pemerintah memperketat kuota produksi batubara, dan mematok target produksi yang lebih rendah dibandingkan realisasi pada tahun lalu yang mencapai 557 juta ton. "Selama pengurangan jumlah cukup signifikan terhadap produksi keseluruhan, khususnya di Asia, akan berdampak secara psikologis untuk harga batubara," terangnya.
Hendra mengamini hal tersebut. Ia memaparkan, harga batubara kalori rendah saat ini sudah menyentuh angka US$ 40 per ton.
Harga itu lebih baik dibandingkan harga dalam enam bulan terakhir yang terdesak dikisaran US$ 35 per ton. "Bahkan pada bulan Oktober-November harga sempat di bawah US$ 30 per ton," kata Hendra.
Selain karena faktor pasokan yang terjaga akibat produksi yang masih belum menanjak, naiknya harga batubara kalori rendah juga dipengaruhi oleh faktor eksternal. Yakni dipicu permintaan dari pasar Tiongkok yang mulai meningkat sejak pertengahan Februari lalu.
Hendra optimistis, penguatan harga batubara kalori rendah sejak akhir Februari hingga Maret 2019 akan mendorong peningkatan Harga Batubara Acuan (HBA) pada bulan April.
Maklum saja, HBA bulan Maret 2019 dipatok sebesar US$ 90,57 per ton atau menjadi yang terendah dalam enam bulan terakhir. HBA dalam tiga bulan awal tahun 2019 pun masih jauh dari rata-rata HBA sepanjang tahun 2018 yang mencapai US$ 98,96 per ton. "Saya kira akan membaik, dan terefleksi pada HBA April," ujar Hendra.
Hendra mengatakan, sebagai salah satu eksportir batubara terbesar di dunia, kebijakan yang dibuat pemerintah Indonesia sangat diperhatikan dan berpengaruh terhadap pergerakan pasar dan harga batubara global. Pada tahun ini, ekspor batubara kalori rendah Indonesia diprediksi akan mengisi sekitar 13% jumlah batubara di pasar global.
Adapun, faktor eksternal berupa kebijakan impor China sangat mempengaruhi pasar batubara Indonesia karena China menempati posisi teratas negara tujuan ekspor batubara Indonesia. "Ekspor kita ke china sekitar 30% (dari total ekspor batubara Indonesia), jadi signifikan menentukan," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News