Reporter: Maria Elga Ratri, Handoyo | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Niat pemerintah membatasi perkebunan terus menggelinding. Kementerian Pertanian (Kemtan) mulai melakukan sosialisasi revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26 tahun 2007 yang isinya makin membatasi usaha perkebunan.
Salah satu pembatasan tersebut, investor perkebunan wajib memberikan saham ke petani secara bertahap, mulai dari 5% hingga menjadi 51%. Proses pelapasan saham itu mulai tahun pertama hingga tahun ke 10; berlaku untuk pabrik baru.
Kemudian, Kemtan juga membatasi kepemilikan lahan perkebunan 100.000 hektare (ha), kecuali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Badan usaha Milik Daerah (BUMD) dan perusahaan terbuka.
Namun, menurut Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) yang ikut sosialisasi revisi Permentan di Bandung, Rabu (19/6) , pembatasan lahan ini sifatnya monokultur. Artinya, perusahaan perkebunan yang sudah memiliki lahan 100.000 ha kebun kelapa sawit bisa menambah areal tidak untuk sawit.
Ketentuan mengenai luas lahan ini tidak berlaku di Papua dan Papua Barat. Di kedua wilayah tersebut, pengusaha boleh memiliki luas lahan dua kali lipat.
Revisi ini juga mengatur so kepemilikan kebun petani plasma. Intinya, perusahaan perkebunan wajib membangun kebun rakyat sebesar 20% dari lahan Hak guna usaha (HGU) yang dimilikinya.
Gamal Nasir, Direktur Jenderal Perkebunan, Kemtan mengatakan, kewajiban pengusaha membangun kebun rakyat seluas 20% dari lahan HGU tersebut bisa dilakukan di luar lahan HGU, berlaku untuk izin baru.
Menurut aturan itu, perusahaan diberi waktu dua tahun untuk menyelesaikan pengurusan HGU. Namun selama proses pengurusan HGU tersebut, pengusaha sudah boleh mulai beroperasi.
Belum jelas
Belum jelas kapan Kemtan akan merilis revisi aturan tersebut. Pasalnya, Kemtan masih akan membentuk tim kecil untuk membahas masukan-masukan atas berbagai pasal dalam revisi tersebut. Anggotanya, diantaranya dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), Badan Pertanahan Nasional, Kementrian Dalam Negeri, dan Kemtan. "Mudah-mudahan akan segera terbit," kata Gamal.
Asmar sendiri mengatakan, bahwa banyak hal dari aturan tersebut masih belum jelas. Misalnya saja mengenai pelapasan saham pabrik. Menurut Asmar, petani tidak memiliki modal untuk membeli saham pabrik. Satu-satunya cara, kata Asmar supaya petani mampu membeli saham adalah dengan konversi Tandan Buah Segar (TBS). "Maka, (aturan) ini harus diubah," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News