Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Blackberry dan Nokia diperkirakan bakal menghadapi persaingan ketat di pasar ponsel Indonesia. International Data Corporation (IDC) mengatakan, kondisi pasar telah berubah sejak masa kejayaan kedua merek ponsel tersebut.
Associate Market Analyst, Mobile Phone, IDC Indonesia Risky Febrian mengatakan, ketatnya kompetisi dalam berbagai bentuk diyakini akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan pangsa pasar Nokia dan Blackberry, terutama pada pasar smartphone.
Seperti diketahui, Nokia baru saja meluncurkan ulang Nokia 3310. Sementara, PT BB Merah Putih meluncurkan produk Blackberry Aurora. Keduanya beralih ke Android untuk lebih diterima di pasar smartphone.
Sebelumnya, Indonesia merupakan pasar ponsel terbesar bagi kedua merek tersebut. Pada tahun 2012, Blackberry menduduki peringkat pertama di pasar ponsel Tanah Air, sementara Nokia/Microsoft sempat merajai pasar smartphone di Indonesia pada periode yang sama. Bersamaan dengan populernya tombol QWERTY, BBM Messenger juga memiliki peranan penting dalam menarik minat para pengguna smartphone pada masa kejayan vendor tersebut.
Akan tetapi, fitur BBM saat ini juga sudah tersedia di perangkat lain dan kompetisi perangkat juga kian berubah, terlebih dengan keberadaan vendor ponsel asal Tiongkok yang lebih agresif seperti OPPO.
Menurut IDC, Nokia dan Blackberry memang memiliki spesifikasi yang mumpuni, namun mereka ditempatkan pada rentang harga yang sudah dipenuhi oleh vendor-vendor asal China. Vendor-vendor tersebut telah sukses bukan hanya dalam penentuan harga, tapi juga dengan fitur populer seperti kamera selfie yang di atas rata-rata.
"Di sanalah letak tantangan bagi Nokia dan Blackberry, yaitu memiliki spesifikasi yang mumpuni saja belum cukup untuk menarik perhatian konsumen.” ujar Risky dalam keterangan resmi, Kamis (9/3).
Regulasi TKDN juga akan menjadi tantangan berikutnya, di mana pemerintah Indonesia menetapkan bahwa seluruh ponsel 4G harus memenuhi tingkat kandungan lokal sebesar 30% pada 2017. Walaupun regulasi ini tidak akan berpengaruh kepada Blackberry Aurora karena sudah memenuhinya, regulasi ini akan tetap berpengaruh terhadap smartphone Nokia. Sebab, proses pemenuhan persyaratan tersebut dapat berlangsung lama.
"Bagaimana pun juga, Nokia dan Blackberry harus memusatkan fokus pada strategi pemasaran di Indonesia, yaitu dengan melalukan kegiatan promosi yang gencar seperti memanfaatkan aktivitas kampanye below the line dan above the line yang sudah terbukti dapat mendorong penjualan di Indonesia,” papar Risky.
Sebelumnya, peluncuran ulang fitur phone legendaris dari Nokia, yaitu Nokia 3310 dinilai sukses mengalihkan perhatian pasar Indonesia terhadap merek Nokia.
Risky menyatakan peluncuran ulang Nokia 3310 akan menjadi permulaan yang baik bagi Nokia untuk kembali ke pasar Indonesia. Namun, tampaknya Nokia bergantung hanya pada esensi nostalgia yang ditargetkan kepada kelompok konsumen yang pernah merasakan masa-masa emas model tersebut, tanpa adanya inovasi fitur apapun.
"Di luar dari kelompok konsumen tersebut, pangsa pasar lainnya dinilai tidak akan merespons dengan baik dikarenakan harganya yang mencapai Rp 700,000, lebih dari dua kali lipat harga rata-rata fitur phone di pasaran,” ungkap Risky.
Pada tahun 2016, Nokia memimpin pasar fitur phone di Indonesia dengan pangsa sebesar 24,9% dibawah kepemilikan Microsoft.
DC Indonesia memperkirakan sebanyak 49 juta unit mobile phone akan masuk ke Indonesia pada tahun ini, yang di dominasi oleh smartphone sebesar 32 juta unit, dan diikuti oleh fitur phone sekitar 17 juta unit. Selain itu, pangsa sistem operasi masih di dominasi oleh Android sebesar 99%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News