kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Implementasi SPI belum jadi prioritas di Indonesia


Jumat, 31 Juli 2015 / 20:49 WIB
Implementasi SPI belum jadi prioritas di Indonesia


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Para pemilik perusahaan, eksekutif hingga level manajemen menengah-senior menilai sistem pengendalian internal (SPI) di masing-masing perusahaannya belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Bahkan, penilaian sistem pengendalian internal belum berfungsi dengan baik sangat dirasakan oleh para responden dari perusahaan tertutup.

Demikian hasil survei Pengendalian Internal 2015 yang dilakukan oleh RSM AAJ, perusahaan kantor akuntan publik dan konsultan terintegrasi di bidang audit, tax, dan business advisory. 

Responden yang berpartisipasi banyak berasal dari sektor keuangan dan jasa (23%), utilities, energi, dan ekstraksi (15%), kesehatan dan farmasi 8% dan otomotif 7%. Dari sisi aset, sebanyak 48% responden berasal dari perusahaan beraset Rp 1-249 triliun, 30% dari perusahaan beraset di bawah Rp 1 triliun, dan 3% responden dari perusahaan beraset di atas Rp 250 hingga 499 triliun.

“Sebanyak 57% responden yang merupakan pemilik perusahaan, eksekutif, dan C-Level menilai sistem pengendalian internal di perusahaannya belum andal dan berfungsi dengan baik. Tidak berbeda jauh dengan kelompok responden manajer menengah dan senior, sebanyak 58% melakukan penilaian serupa,” kata Angela Indirawati Simatupang, Managing Partner RSM AAJ bidang governance risk control, dalam rilisnya, Jumat (31/7).

Lebih lanjut Angela memaparkan, sebanyak 41% responden dari perusahaan tertutup merasa sistem pengendalian internalnya belum efektif berbanding dengan 71% responden dari kelompok perusahaan terbuka.

Ia menjelaskan, para responden baik dari kelompok pemilik, eksekutif, C-level maupun manajer menengah senior sebetulnya telah memiliki kesadaran tinggi atas perlunya sistem pengendalian internal di perusahaannya masing-masing.

Kesadaran serupa juga dimiliki oleh perusahaan tertutup dan terbuka. Namun, penerapannya belum menjadi prioritas, hal ini yang mungkin berpengaruh pada penilaian para responden yang merasa sistem SPI-nya belum dapat diandalkan dan berfungsi dengan baik, sehingga untuk memastikannya perlu disikapi dengan me-review sistem yang telah dimiliki tersebut.

Mengapa penerapan sistem pengendalian internal yang baik belum menjadi prioritas, disebabkan besar kemungkinan hal ini belum adanya pengaturan yang mewajibkan secara jelas di Indonesia tentang apa yang dapat disebut sebagai pengendalian internal yang baik.

Di Indonesia, kewajiban memiliki sistem pengendalian internal ada dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas sebagai salah satu tugas dan tanggung jawab Direksi, tapi tidak disebutkan secara gamblang apa yang dimaksud dengan sistem pengendalian internal yang andal, dan tidak ada ketentuan apapun yang mengharuskan adanya pemastian independen terhadap keandalan sistem pengendalian internal sebuah perusahaan. 

Lain halnya dengan di negara-negara asing, dimana terdapat pengaturan tambahan, baik itu dari peraturan bursa maupun dari pedoman GCG negaranya yang mewajibkan sistem pengendalian internal, apa saja yang masuk dalam kategori pengendalian internal yang baik, dan juga kewajiban untuk mendapatkan pemastian dari pihak independen bahwa sistem pengendalian internal di perusahaan sudah berjalan dengan baik.

“Review atas kinerja dan keandalan sistem pengendalian internal perlu dilakukan guna memastikan dan menggaransi sistem yang telah dimiliki perusahaan betul-betul berfungsi secara optimum,” jelas Angela.

Keandalan dan fungsionalitas dari sistem pengendalian internal bisa terbukti dari keberadaan dokumentasi manajemen risiko berdasarkan standar yang diakui, dan adanya review atas implementasi sistem pengendalian internal secara periodik oleh pihak independen.

Dari hasil survei, mayoritas responden memiliki kesadaran bahwa sistem pengendalian internal dapat membuat kerja lebih efektif dan efisien. Namun, baru 53% responden yang merasa sangat memerlukan dan menerapkan sistem pengendalian internal.

“Baru 53% responden merasa organisasinya punya sistem pengendalian internal yang andal dan berfungsi dengan baik,” katanya.

Banyak entitas bisnis menganggap sepele dan menilai hal yang kecil implementasi dari sistem pengendalian internal yang efektif dan efisien. “Kelemahan kecil tetaplah sebuah kelemahan dan dapat berujung menjadi sesuatu yang lebih besar serta berpotensi untuk disalahgunakan,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×