Reporter: Abdul Wahid Fauzie | Editor: Test Test
Batik boleh saja terkenal sebagai warisan budaya Indonesia. Tapi soal kemampuan menguasai pasar, nanti dulu. Pengrajin batik di negeri ini malah tengah risau. Penghidupan mereka terancam oleh maraknya peredaran batik asal china.
Saat ini pasar dalam negeri sedang dibanjiri produk tekstil bermotif batik alias batik cetak. Meski secara kualitas lebih rendah, dan karena itu harganya lebih murah, produk tekstil asal negeri panda itu lebih mampu membetot perhatian konsumen. Berbagai pihak di dalam negeri ketar ketir karena produk ini sudah merambah pusat-pusat perbelanjaan besar seperti Tanah Abang, dan Mangga Dua.
Industri batik dalam negeri bukannya cepat menyerah. Mereka hanya merasa tak bisa bersaing dengan produk impor yang masuk secara ilegal. Karena tidak membayar bea masuk itu, harga batik cetak lebih mudah dijangkau konsumen. Menurut Direktur Jenderal Industri Mikro Kecil dan Menengah (IMKM) Departemen Perindustrian (Depperin) Fauzi Azis, nilai impor ilegal batik cetak mencapai Rp 290 miliar. "Ini sangat memprihatinkan," tegasnya, Senin (8/9).
Fauzi menjelaskan, hingga 2007 jumlah industri batik Indonesia telah mencapai 48.300 unit usaha, dan mampu menyerap 792.300 karyawan. Industri ini tersebar di berbagai daerah di antaranya Jawa Tengah, DKI Jakarta, Bengkulu. Nilai produksi batik saat ini telah mencapai Rp 2,9 triliun.
Menyikapi kondisi yang tidak menguntungkan itu, Fauzi mengatakan Depperin telah dua kali mengirimkan surat kepada Departemen Perdagangan (Depdag). Surat tersebut meminta agar Depdag mampu mengawasi impor batik cetak, demi keamanan industri dalam negeri.
Bendahara Yayasan Batik Indonesia Ika BS Wahyudi membenarkan banyak impor batik cetak yang membanjiri pasar Indonesia. "Batik cetak itu berasal dari China," tegasnya. Oleh karena itu, ia akan melakukan pendataan berapa banyak volume batik cetak asal China yang masuk ke Indonesia. Ika juga berencana bertemu dengan Depdag untuk membicarakan kejadian tersebut agar impor ilegal dapat diatasi. "Sebelumnya kami akan menyampaikan surat terlebih dahulu," tegasnya.
Sayangnya Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Depdag Diah Maulida tidak berhasil dikonfirmasi. Panggilan seluler dan pesan singkat yang dikirimkan KONTAN tidak dibalasnya.