Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Yudho Winarto
Dari sisi pasokan, pengamat ekonomi energi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Yayan Satyakti menyebut asumsi utama kebijakan ini sangat bergantung pada keberhasilan RDMP Balikpapan dan pencapaian target mandatori biodiesel.
Jika RDMP berjalan sesuai rencana, target biodiesel FAME B50 sebesar 18 juta KL tercapai, dan produksi solar domestik mencapai 24,5 juta KL, Indonesia berpotensi mengalami surplus solar.
“Dengan proyeksi konsumsi diesel sekitar 41,5 juta KL, potensi kelebihan pasokan bisa terjadi. Padahal pada 2025 saja impor solar masih sekitar 6,08 juta KL,” ujar Yayan.
Namun, Yayan mengingatkan bahwa jika target-target tersebut tidak tercapai, impor solar justru berpotensi meningkat.
Ia memperkirakan impor solar pada 2026 masih berada di kisaran 6,1 juta–6,2 juta KL, sejalan dengan tren historis impor solar Indonesia sejak 2022 yang berada di rentang 4 juta–6 juta KL per tahun.
Baca Juga: Kinerja Tertekan, Temas (TMAS) Optimitis Tutup Tahun 2025 dengan Kinerja Positif
Menurutnya, kunci keberhasilan kebijakan ini terletak pada kesiapan kilang dan kemampuan blending biodiesel. Sayangnya, hingga kini belum tersedia insentif harga bagi konsumen biodiesel.
“Idealnya harga biodiesel bisa lebih kompetitif, misalnya 5% lebih murah dari BBM fosil. Saat ini harga FAME masih relatif mahal sehingga kebijakan ini belum sepenuhnya ekonomis,” jelas Yayan.
Ia menambahkan, pemerintah sebaiknya tetap memberi ruang bagi swasta di sektor hilir untuk menciptakan efisiensi dan benchmark harga.
“Bukan liberalisasi, tetapi memberi ruang persaingan agar Pertamina juga terdorong lebih efisien. Ini sejalan dengan UU Nomor 22 Tahun 2001 Pasal 7 dan 8 tentang kegiatan usaha hilir,” pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Laode Sulaeman menegaskan penghentian impor solar oleh BU swasta akan diberlakukan penuh mulai April 2026.
Menurutnya, Pertamina dan RDMP membutuhkan masa persiapan sekitar tiga bulan untuk memastikan kecukupan stok.
Kementerian ESDM juga telah mengirimkan surat kepada BU swasta agar segera berkoordinasi dengan Pertamina terkait pengaturan alokasi solar domestik serta pencatatan kebutuhan dalam Sistem Informasi Neraca Komoditas Nasional (SINAS-NK).
Kebijakan ini didorong oleh proyeksi surplus solar hingga 4 juta KL pada 2026, seiring implementasi mandatori biodiesel B50 dan tambahan kapasitas dari RDMP Balikpapan yang meningkatkan kapasitas pengolahan sebesar 100.000 bph menjadi 360.000 bph.
Selanjutnya: Tantangan Industri Asuransi Umum pada 2026, Ekonomi Melambat, Klaim Kredit Tinggi
Menarik Dibaca: Samsung Galaxy Tab A11+ Pakai Layar 11 Inci & Stylus Pen, Ada Memori hingga 2 TB
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













