kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

INACA mengusulkan penggantian kewajiban tes PCR dengan surat keterangan sehat


Minggu, 07 Juni 2020 / 17:03 WIB
INACA mengusulkan penggantian kewajiban tes PCR dengan surat keterangan sehat
ILUSTRASI. Calon penumpang menggunakan pakaian hazmat saat akan melakukan penerbangan ke luar negeri melalui Terminal 3 Bandara Soekarno hatta, Tangerang, Banten, Senin (11/05). INACA mengajukan usul untuk mengganti kewajiban tes PCR dan rapid test dengan surat kete


Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Maskapai Nasional Indonesia atau Indonesia National Air Carrier Association (INACA) menyatakan pihaknya berusaha mengajukan usul untuk mengganti kewajiban tes PCR dan rapid test dengan surat keterangan sehat dari dokter atau rumah sakit untuk meminimalisir biaya protokol kesehatan.

Sebagai informasi, kewajiban tes PCR merupakan salah satu syarat yang harus dilengkapi calon penumpang sebelum melakukan perjalanan menggunakan transportasi umum, seperti pesawat, kereta api, bus, maupun kapal guna mencegah penularan COVID-19.

Syarat ini tercantum dalam Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 4 Tahun 2020 yang selanjutnya dimutakhirkan dalam Surat Edaran Gugus Tugas Nomor 5 Tahun 2020 tentang penanganan COVID-19. Untuk menjalani tes tersebut, calon penumpang perlu merogoh kocek sekitar Rp1,8 juta sampai Rp2,5 juta untuk sekali tes PCR. Sedangkan untuk sekali rapid test, calon penumpang dikenai harga Rp 300.000 sampai Rp 500.000.

Baca Juga: Kewajiban PCR dinilai memberatkan, YLKI: Pemerintah masih ingin batasi mobilitas

"INACA mengajukan usul mengganti kewajiban tes PCR dan rapid test dengan surat keterangan sehat dr dokter atau rumah sakit, untuk meminimalisir biaya protokol kesehatan. Saat ini sedang dibahas di Gugus Tugas bersama Kemenhub," ujar Bayu Sutanto, Sekretaris Jenderal INACA kepada Kontan.co.id, Jumat (5/6).

Bayu berkata, diskusi bersama Kemenhub tersebut akan berlangsung Senin (8/6). Walau mengusahakan biaya protokol kesehatan, Bayu berpendapat aturan bepergian yang dikeluarkan tersebut memang lebih ditujukan pada perjalanan bisnis, alih-alih berpelesir.

Ia menambahkan, segmen yang bepergian untuk berpelesir pun juga akan berpikir lebih panjang untuk melakukan perjalanan karena ketakutan dan risiko tertular penyakit masih tinggi. Selain itu, biaya tes PCR yang tinggi makin mengurungkan masyarakat untuk bepergian jika tidak mendesak.

"Saya tidak yakin saat ini ada minat untuk wisata atau berjalan-jalan, dengan risiko tertular yang masih cukup tinggi sekalipun ada tiket yang murah," lanjutnya.

Baca Juga: Soal PCR dan rapid test, Kemenhub menjalankan aturan sesuai SE Gugus Tugas

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×